Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) atau Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman sering digunakan untuk mengetahui kekuatan maupun kelemahan sebuah lembaga atau organisasi. PRCF Indonesia pada pertengahan tahun 2020 lalu mendatangkan East Java Ecotourism Forum (EJEF) untuk melakukan penilaian (assessment) terhadap KUPS Ekowisata Desa Nanga Lauk Kapuas Hulu.
Dengan adanya analisis SWOT tersebut pihak KUPS Nanga Lauk mengetahui secara objektif tentang kekuatan maupun kelemahan. Dari analisis ini juga bisa dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan dan kemajuan ekowisata di Nanga Lauk. Berikut ini analisis SWOT oleh EJEF yang diketuai oleh Agus Wiyono.
Harapan Ekowisata
Dalam proses fasilitasi perumusan visi “sederhana” dilakukan menggunakan bahasa reframe “apa yang diimpikan di masa depan oleh KUPS Ekowisata “Nanga Lauk River Village Tourism” terhadap Subjek lain (wisatawan)?” Terhadap bingkai tersebut partisipan menyepakati bahwa : 1) mimpi jangka panjangnya adalah produk ekowisata mereka dikenal oleh wisatawan, secara berurutan (Kalimantan, dalam negeri, luar negeri); 2) mimpi jangka menengah adalah produk ekowisata mereka terjual; 3) mimpi jangka pendek mereka adalah amenitas yang dimiliki diperbaiki; sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan Warga Desa Nanga Lauk.
Partisipan menyepakati inventarisasi aset yang dimiliki meliputi :
1. Struktur kepengurusan KUPS Ekowisata “Nanga Lauk River Village Tourism” : 1) ketua; 2) sekretaris; 3) bendahara; 4) seksi kuliner; 5) penjaga bamboo house; 6) pemasaran; 7) pemandu wisata; 8) motoris; 9) periung.
2. Fasilitas yang dimiliki : 1) shelter orang utan; 2) bamboo house; 3) menara api; 4) perahu; 5) alat komunikasi; 6) sekretariat; 7) alat keselamatan; 8) papan jalan tracking; 9) homestay.
3. Objek yang dimiliki : 1) Danau (tunggal dan kematian); 2) Hutan Desa; 3) HPT; 4) HPL; 5) Sungai (Palin, Lauk, Temuru, Tunggal);
4. Atraksi yang dimiliki : 1) pengawasan satwa; 2) pengamatan burung; 3) penelitian; 4) susur sungai; 5) tracking; 6) mancing; 7) proses panen madu; 8) proses panen rotan.
Narasi Kualitatif
Terhadap ruang lingkup aset yang disepakati partisipan menyepakati beberapa narasi kondisi kualitatif yang ada sebagai berikut :
1. Jumlah Pengurus Kurang, hanya 50% dari kepengurusan yang aktif dan/atau jabatan yang ada telah terisi personil;
2. Belum ada Program Kerja, Pengurus belum pernah menyusun Rencana Strategis kelembagaan
sehingga tidak dapat dilakukan breakdown hingga menjadi program kerja tahunan;
3. Belum Ada Aturan Kerja, Pengurus belum memiliki Standart Operational Procedure kerja kelembagaan KUPS Ekowisata “Nanga Lauk River Village Tourism”;
4. Kekurangan Infrastruktur, pada evaluasi terkait infrastruktur didapati bahwa setidaknya : 1) rumah bambu memerlukan renovasi dan redesign; 2) papan jalan yang digunakan untuk tracking sekaligus pengamatan orang hutan mengalami kerusakan; hingga 3) belum dimilikinya peralatan pancing untuk penyediaan paket wisata memancing di Desa Nanga Lauk.
5. Persoalan Sampah, di Desa Nanga Lauk yang notabene berada di bantaran anak Sungai Kapuas dengan alirannya yang aktif sepanjang tahun, persoalan sampah menjadi problematika tersendiri, sampah terbawa sejak dari hulu sungai melalui kampung Nanga Lauk, ditambah lagi hingga saat ini desa belum memiliki sistem pengelolaan sampah mandiri yang mapan. Di sungai pula sebagian warga melakukan aktivitas domestik MCK (mandi cuci kakus);
6. Atraksi yang laku baru sebagian, memang sudah ada paket wisata yang dijual selama ini namun demikian hanya sebagian dari paket tersebut yang punya pengalaman “pernah laku”.
Stakeholders
Dalam pertemuan ini Partisipan menyepakati terkait stakeholders yang berkaitan dengan kegiatan KUPS Ekowisata “Nanga Lauk River Village Tourism” adalah :
1. Stakeholders Lingkup Dalam : PRCF, Pemerintah Desa Nanga Lauk, Masyarakat di luar aktivitas Ekowisata, Desa Palin, Desa Nanga Nyabau;
2. Stakeholders Lingkup Luar (dalam jangkauan relasi di sekitar Putussibau) : KPH, Pemda meliputi : Bupati, Dinas PU dan Binamarga, Bappeda, BPMD, Muspika, Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata., PLN, Bank Kalbar, Indosat (operator telepon), PT Annisa Surya Kencana (Perusahaan kayu pemegang ijin pemanfaatan hutan).
3. Stakeholders Lingkup Terluar (dalam jangkauan relasi di luar Putussibau) : Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, PT Cargill, Lestari Capital, dll.
Dalam ruang lingkup sebagaimana telah dibahas sebelumnya, partisipan kemudian menyepakati berbagai kondisi yang ditimbang dan disandingkan dalam sajian analisa SWOT sebagai berikut :
Kekuatan
Partisipan menghitung hal sebagai berikut sebagai kekuatan yang dimiliki oleh
Penyelenggaraan Ekowisata Desa Nanga Lauk :
Kekuatan produk :
1. Satu-satunya LPHD di Indonesia yang mendapat sertifikat Plan Vivo;
2. Nanga Lauk memiliki aset dan potensi atraksi yang beragam, aktifitas cukup padat sehingga dapat membuat orang memiliki alasan yang kuat untuk menginap di desa ini;
3. Memiliki produk madu hutan yang kualitasnya lebih bagus dan kuantitasnya lebih banyak
dibandingkan dengan desa palin dan Desa Nanga Nyabau, bahkan untuk produk madu ini proses pemanenan sudah menggunakan prinsip “berkelanjutan”;
4. Ikan berlimpah, sudah ada budidayanya (dalam keramba) hingga pada produk olahan;
Kekuatan kelembagaan :
5. Banyak anggota muda yang memiliki keunggulan kualitatif (pendidikannya tinggi, energik /
lincah, komunikatif, dan adaptif terhadap teknologi);
6. Sumber pendanaan lembaga kuat (pembiayaan program dari PT Cargill mencapai 25 tahun);
7. Lembaga memperoleh dukungan dari banyak pihak;
8. Kuatnya dukungan masyarakat baik yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat dalam penyelenggaraan Ekowisata Desa Nanga Lauk;
9. Keterlibatan anggota pada kegiatan lembaga terhitung masih solid;
10. Dengan adanya keterlibatan anggota muda maka menunjukkan sebenarnya proses regenerasi pada lembaga masih berjalan, hal ini merupakan satu unsur jaminan pada keberlanjutan program pengembangan Ekowisata Desa Nanga Lauk;
Kekuatan terkait fasilitas penyelenggaraan praktek ekowisata :
11. Fasilitas penyelenggaraan terhitung lengkap dan dalam keadaan bagus, meskipun ada beberapa catatan terkait jumlah, ketepatan fasilitas dan kebutuhan, maupun kebutuhan atas perbaikan;
Kekuatan lain :
12. Objek yang dikelola memiliki alas hak yang kuat yakni staus hutan desa yang didapat melalui skema perhutanan sosial;
13. Kualitas pelayanan dinilai sendiri dalam taraf “sedang”;
14. Hampir 50% varian produk yang ada sudah pernah laku terbeli.
Kelemahan
Kelemahan kelembagaan :
1. Jumlah personil aktif hanya separuh;
2. Kelompok Usaha ekowisata belum memiliki program kerja;
3. Kelompok usaha ekowisata belum memiliki aturan kerja tertulis;
4. Kurangnya pengalaman dan pengetahuan tentang usaha ekowisata;
5. Pemasaran tidak maksimal karena tidak ada orang dan terkendala jaringan internet;
Kelemahan peralatan :
6. Alat pancing untuk paket wisata memancing belum dimiliki;
7. Papan jungle track pengamatan orang utan mengalami kerusakan;
8. Rumah bambu perlu renovasi dan penataan ulang;
9. Ketiadaan sistem pengelolaan sampah;
10. Shelter pengamatan orang utan secara global membutuhkan perbaikan;
11. Amenitas objek kurang;
Kelemahan lain :
12. Jaringan telekomunikasi lemah;
13. Aturan pengelolaan pengunjung belum ada.
Kesempatan
Kesempatan pasar :
1. Penjualan paket wisata untuk pasar Kalimantan Barat dengan terintegrasi pada paket wisata Kapuas Hulu;
2. Penjualan oleh-oleh lokal dan/atau berbahan lokal yang sesuai selera pasar;
3. Ada peluang menjual untuk pasar educational group dan/atau escapist wisatawan asal Malaysia;
4. Peluang menjual paket edukasi untuk pasar Pontianak.
Ancaman
Ancaman penyelenggaraan :
1. Saingan produk wisata serupa dan/atau berbeda dari desa tetangga seperti Palin dan Nanga
Nyabau yang bahkan aksesnya lebih mudah;
2. Ancaman munculnya produk serupa di tempat lain;
3. Citra jelek Kota Lain yang berimbas pada Nanga Lauk;
4. Dukungan pemerintah Desa melalui kebijakan yang dapat berdampak secara langsung ataupun tidak, hal ini sangat dipengaruhi pula oleh iklim politik yang sedang terjadi di Desa Nanga Lauk terutama setelah pemilihan;
5. Ancaman beroperasinya kembali kerja perusahaan kayu di Hutan Produksi.