Bentang Alam Kapuas Hulu baru saja merilis hasil survei terhadap keberadaan Burung Enggang atau Rangkong. Dari survei yang mereka lakukan berhasil berjumpa dengan burung rangkong 1.003 kali. Kemudian, 86,9 persen perjumpaan dengan suara burung tersebut.

“Selama ini belum ada data valid terkait dengan populasi Burung Rangkong. Berangkat dari itulah, kita melakukan survei di Kabupaten Kapuas Hulu. Dari hasil survei tersebut, kita berjumpa sebanyak 1.003 kali dengan burung rangkong,” kata perwakilan dari Bentang Alam Kapuas Hulu, Yokyok Hadiprakarsa dalam zoom meeting yang digelar TFCA Kalimantan-Yayasan KEHATI dalam rangka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional 2021, Kamis (12/8/2021).

Dijelaskan Yoki panggilan akrabnya, survei terhadap keberadaan rangkong itu dilakukan melibatkan 80 warga lokal, 9 volunteer, dan 8 staff Balai Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum. Selama survei telah melakukan perjalanan sejauh 858 kilometer dengan luas wilayah 56.214 hektare dan 462 jam pengamatan.

“Kita melakukan pengamatan sebanyak 98 titik, 694 survei efforts point. Dari semua itu, kita berhasil melakukan perjumpaan dengan rangkong sebanyak 1.003 dan 86,9 persen perjumpaan suara. Jenis rangkong yang berhasil diamati yakni berenicornis, rhinoplax, buceros, anorrhinus, rhabdortinus, anthracoceros dan rhyticeros,” ungkap Yoki.

Dari sekian banyak jenis rangkong itu, paling banyak dijumpai adalah Rangkong Cula. Sebanyak 64,5 persen tim survei menemukan Rangkong Cula ini. Sementara paling sedikit dijumpai adalah Rangkong Gading hanya 9,6 persen. “Bisa disimpulkan, jenis enggang yang paling banyak populasinya di Kalbar adalah Rangkong Cula,” tambah Yoki.

Benttang alam
Sudah sejak dulu, burung rangkong menjadi perburuan

“Untuk sementara kita masih hati-hati dalam mempublikasikan jumlah populasi rangkong. Nanti kita akan finalisasi hasil survei ini. Dengan hasil survei tersebut bisa menjadi database keberadaan rangkong di Kalbar,” papar Yoki.

Survei Persepsi Rangkong

Selain melakukan survei populasi rangkong, Bentang Raya Kapuas Hulu juga melakukan survei persepsi masyarakat terhadap burung yang dikeramatkan orang Dayak. Ada 513 orang yang diwawancarai dengan 67 pertanyaan. Dari responden itu kebanyak yang diwawancarai adalah petani. Selebih ada ibu rumah tangga, buruh harian, pelajar, pedagang, dan tidak bekerja.

Dari jumlah responden itu itu rata-rata pernah berburu ke hutan. Dari perburuan itu, belakangan mereka semakin sulit menemukan hewan buruan. Kalaupun ketemu hewan buruan, sudah sangat jauh dari pemukiman mereka. Motif berburu ada yang memang hanya untuk makan, selebihnya untuk komersial.

“Kita ada menemukan penjualan paruh rangkong di Jawa. Ketika ditanya asalnya, dijawab dari Kalbar. Ini menandakan bahwa masih ada perburuan burung rangkong  dan mesti kita lakukan pencegahan,” tambah Yoki. (ros)