Nanga Lauk pasti belum banyak publik yang tahu. Inilah Desa Nanga Lauk Kecamatan Embaloh Hilir Kabupaten Kapuas Hulu. Sebuah desa terpencil yang memang masih jauh tertinggal bila dibandingkan dengan desa-desa lain.

Bila dibandingkan sebelum tahun 2019, Desa Nanga Lauk telah mengalami banyak perkembangan. Huta desa yang dimiliki menjadi daya tarik dan merupakan harta karun yang tak ternilai. Dengan hutan desa berupa kawasan danau, rawa-rawa menjadikan Nanga Lauk sebagai penghasil madu hutan terbaik dan ikan air tawar. Tak hanya itu, Nanga Lauk juga memiliki potensi ekowisata.

PRCF Indonesia melakukan pendampingan untuk mengembangkan ekowisata Nanga Lauk. Terbentuklah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Ekowisata. Lewat KUPS inilah, potensi ekowisata Nanga Lauk dikenalkan ke publik luar. Untuk saat ini memang pengembangan ekowisata masih belum sesuai harapan. Namun, pondasi untuk mengembangkan potensi ekowisata itu sudah diletakkan dengan kuat.

Sebagai contoh, pada tahun 2020, PRCF Indonesia mendatangkan pihak East Java Ecotourism Forum (EJEF) untuk melatih sekaligus memberikan penilaian terhadap potensi ekowisata Nanga Lauk. Dengan adanya pelatihan EJEF bisa didapatkan sejumlah rekomendasi yang bisa membawa pengelolaan ekowisata Nanga Lauk menjadi lebih baik.

Penilaian EJEF

Usai melakukan pelatihan ekowisata, pihak EJEF menyempatkan untuk berkunjung ke Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata Kapuas Hulu. Dari kunjungan itu EJEF mendapatkan   informasi   bahwa  Nanga Lauk sudah masuk dalam   Rencana   Induk   Pengembangan Pariwisata Kabupaten (Riparkab) Kapuas Hulu. Artinya, dari belum masuk, sekarang Nanga Lauk sudah masuk Riparkab. Tentu ini sebuah kemajuan dan pondasi yang dibangun mulai terlihat.

Ke depan Nanga Lauk sudah masuk dalam peta rencana pengembangan. Nanga Lauk berada dalam koridor pariwisata antara Putusibau dan Danau Sentarum sebagai daya tarik utama wisata alam Kalbar.

Masih dalam catatan EJEF, dalam beberapa kesempatan Disparpora Kapuas Hulu pernah melakukan beberapa pelatihanuntuk peningkatan kapasitas SDM pariwisata. Nanga Lauk tidak pernah masuk dalam daftar peserta pelatihan karena Disparpora belum mengenal. Bahkan, baru tahu kalau Nanga Lauk ada pengelola ekowisata saat audiensi saat itu.

Kemudian, sSudah ada pola perjalanan wisata eksisting yang dibuat oleh beberapa tour operatro baik untuk turis lokal Kalbar, maupun nasional dari Jakarta, Surabaya, Bandung dll. Dari pola perjalanan eksisting belum ada wisatawan yang datang ke Nanga Lauk. Hal ini disebabkan tidak pernah ada publikasi dan produk belum pernah diuji oleh pasar.

Itu catatan kecil dari EJEF yang akan menjadi bahan evaluasi bagi PRCF Indonesia sebagai pendamping dan KUPS Ekowisata sebagai pelaksana. Memang masih jauh dari harapan. Banyak elemen lain yang harus dibangun juga salah satunya infrastruktur dan jaringan selular yang masih belum memadai. Namun, pondasi ekowisatanya sudah dibangun. Pondasi ini terus dibangun sampai akhirnya nanti bisa memadai. (ros)