Asosiasi Periau sebuah perhimpunan khusus untuk orang yang bekerja sebagai pemungut madu hutan. Periau istilah dari bahasa lokal Kabupaten Kapuas Hulu yang artinya pemungut madu. Desa Nanga Lauk Kecamatan Embaloh Hilir Kapuas Hulu juga memiliki asosiasi periau yang jumlahnya mencapai 80 orang.
“Yang tergabung dalam Asosiasi Periau Nanga Lauk ada 80 orang. Sementara yang tidak tergabung ada sekitar 100 orang. Kita berharap yang masih di luar bisa bergabung agar memiliki persatuan,” kata Program Specilist for Livelihoods PRCF Indonesia, Azri Ahmad saat berkunjung ke Desa Sriwangi, Kamis (19/08/2021).
Dijelaskan Azri, selain memiliki asosiasi, PRCF Indonesia lewat LPHD Lauk Bersatu juga mendirikan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Madu. Di KUPS ini menjadi tempat berhimpun para periau di Nanga Lauk. Dengan memiliki perhimpunan, para periau memiliki persatuan dan kekuatan. Hal ini sangat penting agar memiliki kesamaan tujuan terutama dalam menetapkan harga dan pasar.
Selain istilah periau, ada lagi istilah yang mungkin asing di telinga publik, yakni tikung. Antara periau dan tikung sangat erat, tak bisa dipisahkan. Tikung adalah tempat sarang lebah terbuat dari papan kayu. Papan dipotong sekitar satu atau dua meter. Lalu, papan itu ditaruh di antara cabang pohon di hutan yang jauh dari pemukiman.
“Kalau kita pergi ke hutan Nanga Lauk, lalu perhatikan di pohon-pohon, akan banyak ditemukan tikung. Secara berkala, tikung itu diperiksa untuk memastikan apakah ada lebah yang bersarang. Bila ada lebah bersarang, tinggal ditunggu masanya untuk diambil madunya,” jelas Azri.
Untuk asosiasi periau di Desa Nanga Lauk rata-rata memiliki tikung di atas 400 buah. Sementara periau di luar asosiasi memiliki tikung di bawah 100 buah. Semakin banyak tikung tentu semakin besar memiliki peluang sarang lebah.
Pentingnya Perhimpunan
Perhimpunan atau asosiasi tentu lebih besar kekuatannya bila dibandingkan bekerja sendiri-sendiri. Dengan berhimpun dalam satu wadah, seluruh kekuatan bisa disatukan. Begitulah ilustrasinya bila periau berhimpun dalam satu wadah.
“Kita akan terus melakukan pembinaan untuk para periau ini. Kita sering menggelar pelatihan bagaimana caranya memanen madu secara lestari. Kemudian, kita koneksikan ke pemerintah daerah agar mendapatkan perhatian. Terakhir, melakukan pelatihan pengolahan madu agar memiliki standar dan bisa dipasarkan ke luar daerah,” tambah Azri. (ros)