Workshop pengolahan bambu menjadi berbagai produk

Bambu sebagai tanaman dari hutan ini dulunya tidak terlalu diperhitungkan dan selalu dianggap hama, namun saat ini bambu menjadi komoditi unggulan dari Desa Sri Wangi yang menjanjikan banyak harapan bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan kelestarian hutan yang mereka kelola.

Desa Sri Wangi merupakan salah satu desa yang telah mendapatkan Hak Pengelolaan Hutan Desa seluas 335 hektar. Walaupun luasan hutan desaanya relatif kecil jika dibanding dengan hutan desa lainnya di Kabupaten Kapuas Hulu, namun masyarakat di Desa Sri Wangi memiliki motivasi yang kuat untuk bisa mengelola hutan di desa mereka dengan baik. Salah satu potensi yang tersedia adalah bambu. Selama ini bambu dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk produk yang dipakai sendiri seperti pagar, lantai, dinding, peralatan dapur dan bambu muda atau rebung untuk dimakan. Semua produk yang dihasilkan tidak bernilai ekonomis tinggi, sehingga keberadaan bambu cenderung dipandang sebagai hama dan dimusnahkan.

Dalam upaya membantu pengelolaan hutan desa, masyarakat dan pengurus Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) “Batang Tau” telah membentuk kelembagaan usaha yang berbadan hukum koperasi. Koperasi ini diharapkan dapat mengakomodir upaya pemanfaatan hasil hutan yang mereka kelola secara ekonomis. Salah satu produknya adalah bambu. Salah seorang pengurus koperasi yang mendapatkan mandat sebagai manager koperasi adalah Halimah Tusa’diah. Sepeninggal suaminya, Halimah Tusa’diah yang akrab dipanggil Kak Iput ini dulu bekerja sebagai penambang emas illegal selain sebagai penoreh karet yang harganya terus turun.

Manajer Usaha Bambu Desa Sriwangi

Kak Iput memiliki 1 orang putri semata wayang bernama Mutiah Gunawan (7 tahun, lahir 4 september 2009). Kecelakaan kerja pada tahun 2015  yang mengakibatkan patah tulang kaki membuat Iput harus berjuang lebih keras. Adanya pendampingan PSDABM oleh Konsorsium AOI menjadi kesempatan bagi Iput untuk meraih masa depan yang lebih baik, ia bergabung dengan Koperasi Bangi Betuah Magang dan fokus pada pengembangan produksi dan pemasaran.

“Menjadi pengurus koperasi bukanlah hal mudah, ini pengalaman pertama bagi Saya. Banyak hal yang harus Saya pelajari untuk menambah pengetahuan dan pengalaman. Namun Saya harus tetap semangat dengan kondisi dan keterbatasan yang ada untuk memajukan koperasi dan kampung Saya”, demikiran pemikiran Kak Iput dalam menyemangati dirinya untuk berjuang bersama teman-temanya melalui koperasi.

Saat ini keberadaan rumah produksi bambu sudah semakin dikenal dikhalayak ramai, baik wilayah Kabupaten Kapuas Hulu maupun provinsi melalui jaringan Perhutanan Sosial. Dan ini merupakan tantangan baru dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada desa dengan pendekatan pasar.

Oleh Imanul Huda