Suasana pelatihan sekolah desa yang diikuti oleh perwakilan PRCF Indonesia

Pontianak (PRCF) – Pemberdayaan masyarakat terus dilakukan PRCF Indonesia. Kali ini mengikutsertakaan binaannya untuk mengikuti Pelatihan Sekolah Ekonomi Desa Program Selamatkan Hutan dan Lahan Melalui Perbaikan Tata Kelola (Setapak) di Hotel Santika Pontianak, 2-4 Desember 2019. PRCF mengikutsertakan Ketua Kelopok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) olahan ikan.

“Kebetulan saya juga ikut pelatihan sekolah ekonomi tersebut. Kemudian, saya mengikutsertakan Pak Jamin Ketua KUPS Olahan Ikan berasal dari Desa Nanga Lauk. Denan keikutsertaan binaan kita ini dengan harapan bisa membuat masyarakat terutama di Nanga Lauk terberdayakan dengan baik,” kata Program Specialist for Livelihoods PRCF Indonesia, Azri Achmad S Hut.

KUPS yang diikutsertakan di bawah naungan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Lauk Bersatu. Lembaga ini merupakan binaan PRCF Indonesia dengan dukungan Cargill dan Capital Lestari. Memiliki lima KUPS. Walaupun hanya mengikutsertakan satu KUPS, tapi yang satu tersebut akan menularkan ilmunya ke pengurus KUPS yang tidak ikut saat sudah berada di Nanga Lauk.

Azri (kiri) dan Jamin perwakilan PRCF Indonesia yang mengikuti pelatihan sekolah ekonomi desa

“Pada Januari 2020 depan, kita akan mereplikasi pelatihan serupa untuk seluruh KUPS di Nanga Lauk. Apa yang sudah kita dapatkan di pelatihan sekolah ekonomi desa ditularkan ke yang lain. Dengan harapan, segera diimplementasikan,” tambah Azri.

Pelatihan tersebut dilaksanakan The Asia Foundation (TAF) dan Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK). Setapak sendiri  merupakan program TAF. Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan mitra Setapak dan dampingannya dalam aspek kewirausahaan dan peningkatan kapasitas usaha sebagai dasar dalam kegiatan mengembangkan ekonomi desa berbasis perhutanan sosial.

Saat pelatihan dibagi beberapa sesi. Di antaranya sesi pengembangan ekonomi desa berbasis perhutanan sosial. Sesi dimulai dengan permainan uang dimana perserta dikondisikan untuk dapat memahami tentang pentingnya berwirausaha dalam konteks perhutanan sosial. Kemudian, dilanjutkan materi pengembangan ekonomi desa dalam konteks perhutanan sosial dengan pembahasan awal mengenai kewirausahaan dalam perhutanan sosial.

Keseriusan peserta saat mengikuti pelatihan sekolah ekonomi desa

Materi banyak membahas tentang kenapa perhutanan sosial membutuhkan kewirausahaan dan bagaimana kesesuaiannya dengan pendekatan Sekolah Ekonomi Desa (SED) PUPUK. Setelah itu, masuk pada pembahasan pengarasutamaan gender (PUG) yang merupakan unsur penting dalam pelaksanaan perhutanan sosial. Materi PUG diawali dengan game yang memberikan refleksi pada pelibatan perempuan secara partisipatif untuk menyuarakan haknya dan akses pada ekonomi. Masuk materi ada penjabaran bagaimana agar perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam mengakses perhutanan sosial dan bisa terlibat secara aktif dalam program. Adapun kesesuaian PUG ini terhadap pendekatan PUPUK dan Sustainable Development Goal (SDG).

Berikutnya sesi praktik baik perhutanan sosial. Sesi ini merupakan sesi berbagi pengalaman praktik baik pengembangan ekonomi desa berbasis Perhutanan Sosial. Pada sesi ini diharapkan partisipan termotivasi dan mendapat contoh bagaimana idealnya pengelolaan hutan berbasis masyarakat sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.

Narasumber pada sesi ini adalah Parjan, Ketua Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan “Mandiri” Kalibiru Kabupaten Gunung Kidul. HKm Mandiri Kalibiru merupakan satu contoh sukses bagaimana masyarakat berdaya melalui pengelolaan hutan, khhususnya melalui pengembangan usaha Jasa lingkungan ekowisata. Di awal presentasi, narasumber menyampaikan sejarah perjalanan merintis Kalibiru, serta tantangan-tantangan yang dihadapi. Beliau juga menyampaiakn bagaimana masyarakat dulu merambah hutan sebab tidak memiliki akses pengelolaan. Hingga saat ini Kalibiru mampu menjadi tumpuan ekonomi masyarakat sekitar.

Selanjutnya narasumber berbagi permasalahan-permasalahan apa saja yang dihadapi pasca Kalibiru menjadi sebuah tujuan wisata dan bagaimana strategi pengelolaan konfliknya. Dipaparkan juga dampak adanya wisata Kalibiru dalam aspek sosial, ekologi dan ekonomi. Presentasi dari Kalibiru kemudian disambung dengan presentasi dari SAMPAN mengenai strategi pemberdayaan masyarakat dalam skema perhutanan sosial di Kalimantan Barat.

Pada akhir sesi kemudian dibuka sesi tanya jawab. Salah satu peserta bertanya “kenapa skema hutan yang dipilih adalah HKm bukan Hutan Desa misalnya, apakah tidak berkonflik dengan desa?” kemudian narasumber memberikan jawaban bahwa menurutnya skema perhutanan sosial yang berpotensi paling dapat mensejahterakan masyarakat adalah HKm, selain itu Yogyakarta memiliki kekhasannya tersendiri, dan selama ini belum pernah ada konflik dengan desa.

Pada sesi ini kelompok diajak untuk memetakan dan mengidentifikasi aset-aset yang dimiliki, yang nantinya dapat digunakan sebagai penopang kegiatan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan. Aset-aset yang dipetakan dan diidentifikasi adalah Aset Alam, Aset Sosial, Aset Fisik, Aset Modal dan Aset Manusia. Proses selanjutnya, kelompok akan mengidentifikasi keterkaitan sumberdaya/komoditas yang dihasilkan dalam kegiatan pemanfaatan hutan dengan aset-aset yang telah dipetakan.

Dalam proses tersebut kelompok diajak untuk menggali masalah & tantangan yang menghambat serta sumberdaya/komoditas apa yang paling potensial untuk dikembangkan baik dari segi ekonomi serta keberlanjutannya bagi hutan/lingkungan pun kehidupan sosial di masyarakat. Setelah masing-masing kelompok sumberdaya/komoditasnya terpetakan, maka kelompok diajak untuk mendiskusikan peluang-peluang ide bisnis yang dapat dimunculkan, tentu dalam rangka meningkatkan nilai tambah suatu komoditas serta kemungkinan ide bisnis dibidang jasa yang berpeluang menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh kelompok. Pada saat presentasi (world café) setiap kelompok dipresentasi oleh 1 anggota kelompok (barista) dan anggota lainnya mendengarkan presentasi kelompok lainnya.

Jamin (kiri) perwakilan PRCF mendapatkan bingkisan dari panitia

Pada presentasi kelompok Desa Lubuk Tajau ada salah satu peserta yang bertanya “bagaimana jika suatu saat permintaan rotan meningkat sedangkan karena terus dicari stoknya di hutan menipis?” kemudian dijawab “KUPS saat ini mulai mewacanakan untuk melakukan budidaya rotan agar jumlahnya di alam tidak semakin menyusut”. (ros)