Pada masa pandemi covid 19 saat ini masyarakat desa Nanga Lauk ikut merasakan dampaknya. Untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari diperlukan biaya tambahan. Memperhatikan keadaan ekonomi masyarakat seperti itu, diperlukan bantuan untuk meringankan beban ekonomi. PRCF Indonesia melalui dana konservasi dan kompensasi karbon memberikan bantuan dalam bentuk bantuan sembako. Bantuan akan disalurkan pada Senin, 15 Juni 2020.
“Kita berharap, adanya bantuan ini dapat meringankan kesulitan masyarakat desa dan menjaga kebersamaan dalam mengelola hutan secara lestari,” kata Direktur Eksekutif PRCF Indonesia, Imanul Huda S Hut M Hut saat berada di Nanga Lauk, Senin (15/6/2020).
Sejak September 2019 lalu, masyarakat Nanga Lauk telah membangun kesepakatan untuk menjaga dan melindungi hutan desanya. Sehingga terjaga keutuhan fungsi hutan dan biodiversitasnya serta dapat memberikan manfaat bagai masyarakat seara berkelanjutan. Program ini disebut dengan “Rimbak Pakai Pengidup atau Hutan untuk Kehidupan.
Dukungan pembiayaan program ini berasal dari skema program konservasi dan kompensasi karbon, yaitu Sustainble Comodities Conservation Program (SCCM).
“Dari dana inilah, masyarakat yang telah mengelola hutan tersebut mendapatkan bantuan sembako disaat pandemi COVID-19,” tambah Imanul.
Gotong Royong
Nanga Lauk merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Embaloh Hhilir Kapuas Hulu. Desa ini berada di kawasan dan sekitar hutan. Masyarakat bergotong royong dan bekerja sama menjaga kelestarian hutan serta mengelolanya secara lestari sejak turun temurun hingga saat ini. Kehidupan mereka bertopang dengan hasil hutan yang ada di antaranya madu hutan, karet, ikan, ladang dan hasil hutan lainnya.
Pada masa pandemi covid 19 ini semangat masyarakat Desa Nanga Lauk dalam menjaga kelestarian hutan tidak tergerus sedikitpun. Mereka yakin bahwa tiada hutan maka tiadalah kehidupan bagi mereka.
Senangat masyarakat dalam mengelola hutan dijawab oleh pemerintah melalui keluarnya Hak Pengelolaan Hutan Desa pada tahun 2017 hingga 35 tahun ke depan. Demikian juga adanya lembaga lembaga swasta dari luar yang konsen kepada konservasi hutan. Lembaga ini datang untuk bermitra dengan masyarakat mengembangkan konsep pengelolaan hutan secara lestari di Nanga Lauk. Ini dimulai dari fasilitasi pengusulan hutan desa oleh lembaga GIZ pada tahun 2014. Dilanjutkan oleh Yayasan PRCF Indonesia bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB) pada 2016 untuk mengembangkan potensi dan fasilitasi sertifikasi plan vivo. Kemudian, masuk lagi dukungan dari mitra yang lain dengan mengembangkan program yang sama yaitu melalui skema kompensasi RSPO hingga saat ini yang difasilitasi oleh Yayasan PRCF Indonesia. (rio/ros)