Pontianak (PRCF) – Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (PSKL KLHK), Bambang Supriyanto berencana datang ke Desa Nanga Lauk Kecamatan Embaloh Hilir Kabupaten Kapuas Hulu. Ia ingin melihat secara langsung pengelolaan hutan di bawah bimbingan Yayasan PRCF Indonesia.
“Saya cerita sama Pak Dirjen bahwa Desa Nanga Lauk yang telah mendapatkan HPHD. Saat ini mendapat dukungan pembiayaan untuk program konservasi dalam jangka panjang oleh pihak ke tiga selama 25 tahun. Dia senang dan berencana untuk datang ke Desa Nanga Lauk,” kata Direktur Eksekutif Yayasan PRCF Indonesia, Imanul Huda S Hut M Hut usai mengikuti Pertemuan Nasional Mitra Program Setapak 2 di Hotel Harris Vertu Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2010).
Dijelaskan Imanul, ia bercerita terkait program Yayasan PRCF Indonesia di Nanga Lauk. Mulai dari penguatan kelembagaan LPHD Lauk Bersatu, program perlindungan dan konservasi, sampai pada pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan.
“Mendengar cerita saya, makanya beliau berencana datang ke Nanga Lauk. Tentunya ini sebuah apresiasi tinggi terhadapa apa yang telah dan akan kita kerjakan di sana. Kapan waktunya, sampai sekarang memang belum ada kepastian. Paling tidak kita siapkan dulu untuk kedatangan beliau. Seandainya semua sudah siap, kita akan undang secara khusus untuk datang ke Nanga Lauk,” papar Imanul.
Dalam pertemuan itu, Bambang Supriyanto menjadi salah satu narasumber utama. Beliau banyak menceritakan pencapaian perhutanan sosial di Indonesia. Perhutanan Sosial merupakan program kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan. Tentunya melalui upaya pemberian akses legal kepada masyarakat setempat atau sekitar hutan dalam lima skema yakni pengelolaan hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan adat, hutan tanaman rakyat serta kemitraan kehutanan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumber daya hutan.
“Berbeda dengan pendekatan pengelolaan hutan konvensional yang hanya fokus pada kayu atau konservasi alam saja, perhutanan sosial berusaha menyeimbangkan manfaat dan fungsi-fungsi hutan untuk perlindungan, konservasi, sosial dan ekonomi,” jelas Bambang.
.Bambang menambahkan, dalam kesempatan rapat terbatas pada 21 September 2016, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa “Hutan sebagai sumber penghidupan warga masyarakat pedesaan, harus dioptimalkan fungsinya secara sosial, supaya dapat membantu mengurangi dan mengatasi kemiskinan. “Untuk itu, diperlukan kebijakan perhutanan sosial yang memberikan akses pengelolaan sumber daya hutan bagi warga masyarakat di dalam dan di sekitar hutan,” jelasnya.
Kemudian, disampaikan juga oleh Presiden Jokowi bahwa ada 25.863 desa di dalam dan sekitar kawasan hutan, di mana 71% menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Ada 10,2 juta orang miskin di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki aspek legal terhadap sumber daya hutan. Akses legal pengelolaan hutan untuk masyarakat di dalam hutan dan sekitar hutan Pemerintah Indonesia, khususnya era Pemerintahan Jokowi cukup serius menjadikan perhutanan sosial sebagai bagian dari program nasional.
“Tidak tanggung-tanggung, Pemerintah berani menetapkan alokasi perhutanan sosial sebesar lebih dari 20% dari total luasan kawasan hutan Indonesia. Pemerintahan Jokowi melalui Peraturan Presiden No. 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mematok target luas hutan yang akan dicadangkan untuk Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA), dan kemitraan dari data dasar 500.000 pada tahun 2014 menjadi seluas 12,7 juta hektar secara kumulatif pada tahun 2019,” papar Bambang.
Tentu saja, penetapan ini disambut baik oleh banyak pihak dan menunjukkan komitmen keberpihakan pemerintah untuk membuka akses pengelolaan hutan oleh masyarakat dimana pada periodeperiode sebelumnya, akses pengelolaan oleh masyarakat masih di bawah 5% sementara akses pengelolaan untuk swasta dibuka secara besarbesaran. Kebijakan Perhutanan Sosial diharapkan memberikan solusi-solusi terhadap pengangguran, kemiskinan, konflik lahan, rehabilitasi lahan dan pemulihan bentang alam, dan menyediakan rasa aman dan kedamaian kepada masyarakat dengan memberi mereka akses legal terhadap sumber daya hutan dan kawasan hutan. (ros)