Dokumen deskripsi program Rimbak Pakai Kemuka Ari sudah selesai. Inilah dokumen acuan dalam melaksanakan program. Sebelum diimplementasikan terlebih dahulu dibahas bersama masyarakat untuk mendapatkan persetujuan dalam bentuk Dokumen Berita Acara Free Prior Informed Consent (FPIC) atau Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa) di lima desa, yakni Desa Tanjung, Nanga Betung, Sri Wangi, Nanga Jemah, dan Penepian Raya.
Dijelaskan Manager Program PRCF Indonesia, Ir Ali Hayat, Padiatapa tahap pelaksanaan berisikan tentang persetujuan masyarakat yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan terhadap dokumen deskripsi program Rimbak Pakai Kemuka Ari. Dokumen ini dibuat dengan mengacu pada Standar Climate, Community and Biodiversity Standards (CCBS) atau Standar Iklim, Masyarakat, dan Keanekaragaman Hayati. Kemudian, mengacu juga pada komitmen masyarakat untuk melaksanakan Program Rimbak Pakai Kemuka Ari secara partisipatif yang bermitra dengan Yayasan PRCF Indonesia.
“Proses Padiatapa tahap pelaksanaan belum bisa dilakukan apabila proses penyusunan dokumen deskripsi program belum tuntas. Jadi, sekarang dokumennya sudah selesai disusun, sehingga bisa dimintakan persetujuan masyarakat agar dokumen tersebut dapat diajadikan acuan dalam pelaksanaan program” jelas Hayat.
Alumni Fakultas Kehutanan Untan ini menambahkan, Padiatapa menunjukkan persetujuan masyarakat terhadap dokumen yang telah selesai disusun tersebut. Dalam tahap pelaksanaan program akan mengacu pada dokumen tersebut. Pihaknya berharap proses pembahasan dan penandatanganan Berita Acara Padiatapa nanti berjalan lancar.
Berdasarkan jadwal yang telah disusun, fasilitasi Padiatapa akan dilaksanakan pada 11 Desember dimulai dari Desa Tanjung. Pada 12 Desember Desa Nanga Betung. Hari berikutnya di Desa Sri Wangi. Pada 14 Desember di Desa Nanga Jemah, dan hari terakhir di Desa Penepian Raya.
“Kurang lebih lima hari kita memfasilitasi Padiatapa ini. Satu hari satu desa. Harapan kita, masyarakat bisa menyetujui dokumen agar seluruh program kerja bisa dilaksanakan,” harap pria asal Sintang ini.
Apa itu CCBS?
Climate, Community, & Biodiversity Standards (CCBS) adalah standar yang dirancang untuk mendukung kegiatan yang menangani perubahan iklim, mendukung pembangunan masyarakat lokal, dan melestarikan keanekaragaman hayati.
Standar CCBS digunakan untuk proyek-proyek yang bekerja di bidang pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+), penanaman kembali hutan, dan pengelolaan hutan berkelanjutan. Standar ini mengharuskan proyek untuk melakukan penilaian yang mendalam tentang dampak mereka pada iklim, komunitas lokal, dan keanekaragaman hayati. Selain itu, proyek juga harus menunjukkan bagaimana mereka merencanakan untuk memberi manfaat jangka panjang pada semua tiga aspek tersebut dan memastikan partisipasi dan persetujuan dari komunitas lokal yang terkena dampak.
Standar ini sering digunakan oleh proyek-proyek yang ingin mendapatkan kredit karbon dan menarik pendanaan dari investor yang tertarik dengan dampak lingkungan dan sosial selain pengurangan emisi karbon. (ros)