Imanul Huda

Wakil Slow Food Komunitas Kapuas Hulu sekaligus Direktur Yayasan PRCF Indonesia, Imanul Huda S Hut M Hut, menghadiri acara bergengsi Slow Food Community di Pondok Joglo Umranologi Yogyakarta, 17 Juni 2024.  Dalam kesempatan ini, Imanul mempresentasikan empat produk unggulan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dari desa dampingan PRCF Indonesia.

Dalam presentasinya, Imanul menjelaskan produk Madu Hutan Lestari dari Desa Nanga Lauk, Kecamatan Embaloh Hilir. Produk ini memiliki kapasitas produksi hingga 15 ton per tahun, dengan kualitas madu yang terjaga melalui proses penurunan kadar air menggunakan alat khusus. Madu ini telah mendapatkan perhatian khusus berkat rasanya yang khas dan proses produksinya yang ramah lingkungan.

Butter Tengkawang
Butter Tengkawang, produk HHBK dari Desa Yen Kapuas Hulu yang diperkenalkan PRCF Indonesia dalam acara Slow Food Communty di Yogyakarta, 17 Juni 2024

Selain madu hutan, ada juga Butter Tengkawang dari Desa Nanga Yen. Produk ini dihasilkan dari biji tengkawang yang diproses menjadi butter, sebuah bahan yang digunakan dalam berbagai produk kecantikan dan makanan. Butter tengkawang dikenal memiliki kandungan nutrisi tinggi dan sifat pelembab yang baik, sehingga menjadi salah satu produk andalan masyarakat adat setempat.

“Ada Gula Aren dari Desa Aek Nabara, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan. Kelompok Usaha Bersama  Maradu Miduk mengembangkan gula aren dengan berbagai bentuk produk seperti gula cetak, gula cair, dan gula semut. Produk ini diproyeksikan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat serta mendukung konservasi lingkungan di sekitar Lereng Dolok Sibual-buali,” ungkap alumni Fakultas Kehutanan Untan ini.

Kopi Sigararutan dari Desa Tanjung Dolok juga diperkenalkan Imanul. Tanaman kopi ini tumbuh di ketinggian ≥800 mdpl di Wilayah Lanskap Batang Toru. Dengan kualitas yang mampu bersaing dengan kopi dari daerah lain, pengembangan produk turunan dari biji kopi ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi petani setempat.

“Kemampuan masyarakat adat beradaptasi di perubahan iklim dari masa ke masa menjadi naratif bagaimana mereka masih ada sampai saat ini. Kearifan budaya pangan dalam sistem keberagaman adalah salah satu contohnya. Minyak tengkawang dan madu hutan adalah salah satu limpahan alam yang diberikan Sang Pencipta untuk masyarakat adat Kapuas Hulu,” papar Imanul.

Manfaat Ekonomi

Acara Slow Food di Yogyakarta menjadi ajang penting untuk memperkenalkan produk-produk unggulan tersebut kepada pasar yang lebih luas. Kehadiran produk HHBK dari Kapuas Hulu dan Tapanuli Selatan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan dan pengelolaan hutan yang baik. Ini juga sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

Imanul berharap dapat menjalin kemitraan baru dan membuka peluang pemasaran yang lebih luas untuk produk-produk HHBK. Acara ini juga menjadi bukti komitmen Slow Food Komunitas Kapuas Hulu dalam mendukung pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. (ros)

Leave A Comment