Tiba dengan mobil ford double gardan, Kristina Rupinus didampingi Sukartini, Kabid Industri Disperindagkop dan UKM Kabupaten Sekadau, tetap tersenyum walau telah menempuh medan jalan yang rusak menuju desa Balai Sepuak. Mereka disambut Wakil bupati Aloysius beserta istri, V.H Supriyanti yang terlebih dahulu datang. Ia menyapa dengan Ketua Kelompok Tenun Balai Sepuak, pandamping dari Lembaga PRCF Indonesia, Instruktur tenun dari Ensaid Panjang, Rupina serta menyalami satu persatu penenun. Memakai atasan batik dipadukan celana hitam, Kristina Rupina tampak terlihat sederhana dan tanpa riasan berlebih. “Selamat siang ibu-ibu. Ini lagi membuat apa, bu,” tanyanya pada ibu-ibu penenun.

Foto Penenun Ikat dengan Wakil Bupati Sekadau
Foto Penenun Ikat dengan Wakil Bupati Sekadau

Rasa keingintahuan Kristina Rupinus Ketua Dekranasda Sekadau yang juga istri Bupati Sekadau, Rupinus, terhadap tenunan suku Dayak Mualang sangat besar. Itu terlihat dari apresiasi dan ekspresinya ketika mengunjungi para penenun Suku Dayak Mualang yang mengikuti pelatihan pemantapan motif, ikat tenun dan pewarna alam tenunan di Balai Sepuak, Sekadau.

“Oh..ibu-ibu ini sedang mengikat untuk membuat motif pada benang tenun, bu,” jawab Fifiyati, Koordinator Program Produksi dan Konsumsi Kain Tenun Tangan Ramah Lingkungan dari Lembaga PRCF Indonesia yang didanai Hivos – ASPPUK, Sabtu (7/5). Kedatangan istri orang nomor satu di Sekadau ini, disambut bahagia ibu-ibu penenun yang sedang asik mengikat benang. Ibu-ibu penenun ini adalah sebagian kecil kaum perempuan Suku Dayak Mualang yang masih aktif menenun.

Suku Dayak Mualang sendiri tidak terlepas dari legenda asal usul mereka yang berasal dari Temawai Tampan Juah. Sebuah tempat pertemuan dan gabungan bangsa Dayak yang kini dikenal dengan Ibanic Group.
Konon penamaan suku ini diambil dari nama seorang pemberani manok sabung/ letnan yang menjadi pengawal Guyau Temenggung Budi saat mencari tempat tinggal untuk kelompok mereka dan ia meninggal dalam perjalanan usai mengayau (berperang). Kini Dayak Mualang tersebar di tiga kecamatan yaitu Belitang Hulu, Belitang Hilir, serta Nanga Belitang dan menjadi suku terbesar di Kabupaten Sekadau.
Bukan hanya terkenal dengan keberaniannya saat berperang, umumnya suku Dayak juga bijak dalam hidup berdampingan dengan alam dan sikap mereka menjaga warisan leluhur. Satu di antara yang hingga kini masih ada dan terus diturunkan dari generasi ke generasi yaitu kegiatan menenun.

Menenun sendiri merupakan satu kegiatan bagi semua kaum perempuan untuk membuat kain dari pintalan benang-benang (red:dahulu benang dari pohon kapas) dengan menggunakan alat tenun. Hasil tenunan tersebut biasa dipakai untuk pakaian acara adat ataupun pernikahan. Dahulu, keterampilan ini wajib dimiliki oleh semua kaum perempuan sebelum menikah. Namun seiring perkembangan jaman dan banyaknya pilihan profesi pekerjaan, sebagian generasi Dayak lambat laun meninggalkan kegiatan menenun. Alasan inilah yang mendorong Lembaga PRCF Indonesia yang fokus terhadap isu lingkungan dan konservasi, kembali menggerakan kaum perempuan suku Dayak, khususnya Mualang Sekadau dan Iban Kapuas Hulu untuk kembali menenun.
“Apa yang kami lakukan ini sebagai dukungan bagi pemerintah mengenai suistanable development. Khusunya dan terutama pada warisan leluhur suku Dayak yang harus terus dilestarikan dengan kembali menggiatkan kegiatan menenun pada semua kaum perempuan,” ungkapnya.

Kegiatan Menenun bersama-sama
Kegiatan Menenun bersama-sama

Kaum perempuan Dayak yang menenun, jelasnya juga merupakan pelaku pelestari budaya yang sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi keluarga mereka. “Ketika mereka bisa menenun dan menjual produk tenunannya, mereka akan mendapatkan hasil. Kemudian, mereka juga akan melakukan penanaman baik untuk kapas sebagai bahan baku benang dan tanaman pewarna alam sebagai pewarna alami,” terangnya yang sudah belasan tahun konsen terhadap kaum perempuan suku Dayak di Kalbar .

Gayung bersambut ketika dukungan pemerintah dan lembaga saling mendukung terhadap upaya pelestarian satu di antara kearifan lokal daerah. Pelatihan demi pelatihan dan bantuan fisik diperbantukan. Misalnya saat ini dilakukan pelatihan pemantapan motif, pengikatan dan pewarnaan tenunan dengan alam di Balai Sepuak, Kabupaten Sekadau.

*Pemkab Sekadau Dukung Penenun

Dipilihnya Balai Sepuak, karena di desa ini termasuk wilayah yang di huni Suku Dayak Mualang dan masih terdapat beberapa kaum perempuan yang menenun, tentunya selain kegiatan utama mereka yaitu berladang.
Setelah membuka pelatihan, Kristina Rupinus dan istri wabup melihat-lihat kain tenun dan kegiatan yang dilakukan ibu-ibu penenun. Lama berada di antara penenun, membuat penasaran istri bupati dan wabup mencoba menenun.

Ibu Wakil Bupati Sekadau mencoba ikut Menenun
Ibu Wakil Bupati Sekadau mencoba ikut Menenun

“Nah, saya pengen coba ya. Gimana ya menenun,” katanya dengan ekspresi penasaran.
Alat tenun dengan benang yang sudah dibentangkan dan sebagian telah ditenun disiapkan ibu-ibu penenun. “Silahkan bu, coba nenun,” kata Sekretaris Kelompok Tenun Balai Sepuak, Evi sambil mempersilahkan istri bupati dan istri wabup. Dengan gerakan sedikit kaku, Kristina Rupinus membengkokan kedua kakinya yang bertumpu pada sebatang kayu (red : sebagai pijakan) untuk menahan saat menenun dan dibantu penahan kulit kapuak dipinggang. Setelah dicoba menenun beberapa saat, ia dan istri wabup mengakui bahwa kegiatan menenun bukanlah pekerjaan yang nyaman dilakukan.

“Wah…sulitnya nenun nih. Gimana bisa jadi kain begitu dengan motif ini? Saya kira ini benangnya hanya dilurusin terus dibuat motif begitu aja. Ternyata…..duuh…ndak mampu saya. Sakit pinggang saya nih. Salut buat ibu-ibu yang nenun,” ucapnya terheran – heran penuh tanya. Istri wabup pun menimpali dan coba mengajari sedikit, “Padahal suami saya kan Suku Mualang. Ngertilah sedikit tentang tenun. Tapi kalau saya ndak mampulah. Bolehlah belajar sedikit-sedikit. Salut buat mereka semua,” timpalnya sambil menggoda istri bupati yang masih terus mencoba menenun. Melihat keduanya menenun, semua peserta terhibur karena pola tingkah mereka yang tidak jaim belajar nenun dan tampak sangat dekat dengan masyarakatnya. Bahkan tidak malu-malu tertawa saat keduanya saling menggoda mengakui kesulitan menenun.

Kristina Rupinus yang berasal dari Suku Dayak Mentuka mengakui kegiatan menenun itu sangat sulit dibuat dan wajar jika harganya tinggi. “Wajar ya kalau harganya tinggi. Saya aja sulit buatnya. Kalau di tempat saya kan, jalur sungai Sekadau, unggulannya yaitu anyaman. Tapi lumayanlah saya bisa nganyam, kalau nenun belum bisa,” tuturnya sembari tertawa kecil. Menurutnya, pemkab sudah berupaya dan akan terus berupaya mendukung tenunan Sekadau, baik dalam pengembangan keterampilan penenun, produk tenunan maupun lainnya.
“Pemerintah tetap support tenun yang dikembangkan suku Dayak Mualang ini. Bantuan pun sudah diberikan, tinggal bagaimana dan bukti hasil tenunan mereka ya. Produktif ndak mereka. Kalau tidak ada hasil, kan sayang dana yang sudah diberikan pemkab ataupun lembaga yang membantu,” ucapnya.

Ia juga mendukung jika produk-produk tenunan dan anyaman, yang akan menjadi produk unggulan kabupaten Sekadau. Sehingga perekonomian masyarakat di kabupatennya bisa meningkat tidak hanya dari hasil pertanian, tapi juga bisa dari sektor kerajinan dan pariwisata. “Kalau produk-produk tenunan dan anyaman bisa jadi unggulan, maka sektor pariwisata dan ekonomi turut berkembang. Ekonomi masyarakat pun meningkat. Tidak dari berladang atau kebun sawit saja,” tambahnya.

Selain itu, masukan agar kegiatan menenun menjadi ekstrakulikuler di sekolah mulai sekolah dasar hingga menengah atas, mendapat apresiasi dan tanggapan positif olehnya. Menurutnya kegiatan tenun bukan hanya kerjaan milik penenun tua, tapi harus dilanjutkan yang muda. “Iya, bagus juga kalau kegiatan menenun masuk dalam kegiatan ekstra di sekolah Sekadau ya. Sehingga bisa tercipta generasi penerus yang banyak dari anak-anak kita. Bukan hanya yang tua-tua saja,” pungkasnya yang menyerahkan hal tersebut pada instansi dan tenaga pendidik.

Harapan yang sama juga diungkapkan istri wabup Sekadau, V.H Supriyanti mengenai tenunan Suku Dayak Mualang bisa eksis di dalam dam luar sekadau. Dan makin banyaknya penerus penenun Mualang yang melestarikannya.
“Di masa depan saya harap, ada brand unggulan dari Sekadau yakni tenunan, motif maupun produknya. Jika itu tercapai, penenun akan bersemangat dan bisa menularkan kegiatan menenun pada yang muda-muda. Syukurnya sekarang sudah ada beberapa sekolah yang memberikan kegiatan menenun pada anak didik mereka,” tambahnya.
Untuk menwujudkan hal tersebut, perlu ada kesadaran dan motivasi dari para penenun, karena menurut Sukartini, Pengurus Dekranasda Sekadau, motivasi untuk menghasilkan produk secara terus menerus dan bersaing, masih dirasakan kurang pada penenun Sekadau.

“Bantuan sudah sering kita berikan seperti benang, alat tenun dan galeri untuk menampung produk mereka juga ada. Tapi sampai sekarang semangat untuk menhasilkan tenunan secara terus menerus itu yang masih kurang. Semangatnya biasanya hanya sebulan jak, habis itu udah ndak ada. Makanya kita terus motivasi mereka, jangan sampailah lenyap begitu saja,” tandasnya.

Seperti pengrajin anyaman, produknya selalu tersedia, walau tidak dalam jumlah besar. Apalagi sekarang persaingan bukan hanya dalam daerah, atau dalam negeri, tapi sudah skala internasional dengan pasar bebas.
“Iyalah, kita tahu karena tenunan maupun anyaman itu buatnya manual, jadi ndak bisa buat sampai 1000 pcs. Tapi kita bisa memulai dengan menghasilkan produk secara kontinyu. Sehingga buyers, kalau order barang, kita sudah siap,” sarannya pada penenun.

Foto Bersama
Foto Bersama

Nancy selaku ketua kelompok tenun, memiiki harapan dan tujuan yang sama agar penenun dan kelompoknya bisa lebih berkembang, menghasilkan produk yang berkualitas dan ketersediaan yang selalu ada. “Saya pribadi sudah sering memotivasi ibu-ibu, ayolah kita terus nenun, jangan berhenti. Kan sudah banyak yang bantu, pemerintah, PRCF, mba fifi yang udah jauh-jauh dari Pontianak. Janganlah kita menyiakan semuanya. Nanti kita ndak dipercaya lagi,” katanya yang memiiki keterampilan tenun dengan belajar dari ibunya.

Walau masih memiliki keterbatasan dengan infrastruktur jalan menuju Balai Sepuak yang rusak dan belum adanya workshop, ia berharap masa depan tenun Suku Dayak Mualang bisa dikenal orang dan dapat mengangkat perekonomian anggota kelompoknya. “Saya berharap, tenun Mualang lebih maju dan kami bisa dapat hasil dari menenun. Dan ada tempat workshop buat kami di Balai Sepuak nanti,” pintanya. (prcfindonesia)

*Apresiasi PRCF Indonesia dan Lembaga Donatur
*Genjot Diversifikasi Produk Tradisinal Unggulan Sekadau

Oleh Ponti Ana Banjaria