Narasumber semiloka koalisi masyarakat sipil kalimantan barat

Pontianak (PRCF) – Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Barat telah menggelar seminar dan lokakarya (Semiloka) di Hotel Golden Tulip Pontianak, 27-28 Januari 2020. Hasil semiloka tersebut menghasilkan tujuh rekomendasi atau usulan penting terhadap keberadaan kebun sawit di Kalimantan Barat.

“Kita baru saja merampungkan rekomendasi terkait Inpres No. 8 Tahun 2018 dan Inpres No.6 Tahun 2019. Salah satu point pentingnya adalah selesaikan dulu permasalahan sektor perkebunan kelapa sawit. Setelah itu, barulah bicara sawit berkelanjutan,” kata Azri Achmad perwakilan PRCF Indonesia yang mengikuti semiloka tersebut, Selasa (28/1/2020).

Dari point penting itu, seluruh Koalisi Masyarakat Sipil atau Civil Social Organization (CSO) Kalimantan Barat menghasilkan tujuh rekomendasi atau usulan, yaitu:

  1. Akan ada workshop lanjutan yang melibatkan CSO, pemerintah dan private sektor
  2. Pemetaan oleh dinas terkait dengan CSO siap sebagai supporting unit
  3. Lakukan sinkronisasi data terkait persawitan yang tersedia di CSO dan pemerintah sehingga data menjadi official dan diakui semua pihak
  4. Lakukan peningkatan kapasitas/pemberdayaan petani sawit, seperti memiliki sertifikat ISPO sehingga bisa dijual ke perusahaan yang berstandar ISPO juga.
  5. Koalisi perlu membuat standar ukuran (kriteria) dalam menilai implementasi Inpres terkait
  6. Inpres 8/2018 diperpanjang dan status hukumnya ditingkatkan
  7. Koalisi terus menerus membangun komunikasi dengan Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat.
Peserta seminar dan lokakarya dari koalisi masyarakat sipil kalimantan barat
Peserta seminar dan lokakarya dari Koalisi Masyarakat Sipil atau CSO Kalimantan Barat yang membahas persoalan kelapa sawit

“Itulah tujuh usulan yang dihasilkan dari semiloka tersebut. Pemerintah jelas tidak bisa menyelesaikan persoalan sendiri. Mesti dibantu CSO agar regulasi terkait kelapa sawit bisa diimplementasikan oleh para pihak dengan benar,” kata Azri.

Narasumber dalam semiloka tersebut adalah Abetnego Tarigan, Plt Deputi Kepala Staf Kepresidenan Bidang Pembangunan Manusia dan Ekologi. Beliau juga yang membuka kegiatan tersebut. Dalam pemaparannya, ia sedikit bernostalgia bahwa ia pernah tinggal di Ngabang saat masih remaja.

CSO yang ikut merumuskan hasil rekomendasi tersebut adalah adalah Elpagar, PBHK, Sampan Kalimantan, LBBT, Lingkar Borneo, Jari Borneo Barat, Aman Kalbar, YKSPK, Lembah Bengkayang, Riak Bumi, Walhi Kalbar, Pervasi, PRCF Indonesia, Intan, Siar, Komisi PSE KAP, Gemawan, Binua Tingkakok, Yayasan Dian Tama, Biodamar, PPSDAK –Pancur Kasih, dan KKDS. Koalisi masyarakat sipil tersebut memang sangat peduli terhadap lingkungan hidup.

“PRCF Indonesia adalah bagian dari koalisi masyarakat sipil atau CSO yang ada di Kalimantan Barat. Selama ini memang fokus pada persoalan konservasi hutan, flora, fauna dan pemberdayaan masyarakat. Dengan hasil semiloka tersebut muaranya jangan sampai hutan yang masih tersisa di Bumi Khatulistiwa hilang gara-gara ekspansi perkebunan kelapa sawit. Justru kita mempertahankan bahkan meningkatkan hutan yang masih ada demi anak cucu kita ke depan,” jelas Azri. (ros)