Baru saja selesai COP28 di Dubai. Salah satu satu kesepakatan yang dihasilkan, pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Seluruh peserta COP28 sepakat untuk memperkuat ambisi pengurangan emisi gas rumah kaca. Kesepakatan ini termasuk rencana untuk mempercepat transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.
Indonesia sendiri sudah lama memiliki komitmen untuk menurunkan emisi GRK. Hasilnya, terjadi penurunan 47 persen pada tahun 2020. Tahun 2021 turun menjadi 43,82 persen, dan tahun 2022 turun lagi 40,82 persen. Tahun 2022, emisi dari sektor energi masih besar, 700 juta ton. Tapi, penyerapan sektor kehutanan juga besar. Dulu produksi emisi 900 juta, sekarang tinggal 200 juta. Terjadinya penurunan emisi GRK malah mau ditiru oleh Amerika Serikat, Brazil, dan Perancis.
Untuk menurunkan emisi GRK di Indonesia, pemerintah telah merencanakan dan mengimplementasikan beberapa langkah strategis pada beberapa sektor kritikal perubahan iklim, yaitu sektor Forestry and Other Land Uses (FOLU), energi, pertanian, pengolahan limbah, serta Industrial Process And Product Uses (IPPU). Saat ini, upaya terbesar yang dilakukan oleh pemerintah berada di sektor kehutanan dan guna lahan atau dikenal dengan Forestry and Other Land Uses dan sektor energi. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain:
– Mengendalikan kebakaran lahan dan hutan yang turun hingga 82 persen di tahun 2020.
– Memulai rehabilitasi hutan mangrove dengan target seluas 600 ribu hektare sampai di 2024 yang merupakan terluas di dunia.
– Menjadikan sektor FOLU sebagai carbon net sink di 2030, sehingga terjadi netralitas karbon di sektor tersebut.
– Meningkatkan penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya, tenaga angin, dan bioenergi.
– Meningkatkan efisiensi energi di sektor industri.
– Meningkatkan penggunaan transportasi publik dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
– Mengurangi penggunaan sampah plastik.
Apa itu Emisi GRK?
Emisi gas rumah kaca (GRK) merujuk pada pelepasan gas-gas tertentu ke atmosfer yang dapat menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas ini, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (NOx), dan uap air, memiliki kemampuan untuk menyerap dan memancarkan radiasi dalam bentuk panas. Ketika gas-gas ini terakumulasi di atmosfer, mereka menciptakan lapisan yang memperangkat bumi dari radiasi panasnya, mirip dengan kaca di dalam rumah berfungsi untuk menjaga suhu tetap hangat.
Emisi GRK utama berasal dari berbagai aktivitas manusia, termasuk pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, minyak, dan gas alam), deforestasi, dan praktek pertanian tertentu. Akumulasi gas-gas ini dapat mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.
Upaya untuk mengurangi emisi GRK melibatkan langkah-langkah seperti beralih ke sumber energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, pengelolaan limbah yang lebih baik, dan praktik pertanian yang berkelanjutan. (ros)