Sering muncul narasi begini “Membangun itu Gampang. Tapi, Mempertahankan yang Paling Sulit.” Ungkapan tersebut lebih banyak benarnya dari salahnya. Banyak pembangunan terutama infrastruktur dibangun dengan biaya mahal, begitu sudah selesai dibangun malah terbengkalai.
Terkait dengan hutan desa, adalah hutan yang secara legal diserahkan pengelolaannya kepada desa. Artinya, begitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan Surat Keputusan (SK), hutan yang ada di desa berubah statusnya menjadi hutan desa. Dengan adanya SK dari KLHK tersebut, sebuah desa lewat pemerintah desanya berhak mengelola hutan tersebut.
Untuk mendapatkan pengakuan dari KLHK butuh perjuangan. Tidak serta merta mendapatkan SK tersebut. Beruntunglah desa memiliki hutan desa. Itu merupakan harta karun yang tak ternilai harganya. Nah, sekarang bagaimana mempertahanan harta karun tersebut agar tetap menjadi hutan desa.
PRCF Indonesia mencoba menawarkan fasilitasi atau pendampingan agar harta karun itu menjadi berdaya guna. Hutan desa tidak juga bisa dibiarkan begitu saja. Hutan desa mesti dikelola dengan baik. Tujuannya, hasil hutan non kayu bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.
Sejauh ini ada Desa Nanga Lauk, Nanga Betung, Nanga Jemah, Sri Wangi, dan Tanjung yang sudah dilakukan pendampingan. Kelima desa itu semuanya masuk dalam wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. Sejak tahun 2019 lalu sampai sekarang, PRCF masih aktif melakukan pendampingan. Kemandirian desa menjadi tujuan akhir dari pendampingan tersebut.
Kuncinya di Masyarakat Desa
Pendampingan yang dilakukan terhadap lima desa tersebut sejauh ini masih berjalan sesuai rencana. Penguatan kelembagaan, konservasi hutan, patroli hutan, agroforestry, dan livelihood merupakan program utama yang dijalankan di desa tersebut. Pastilah ada tantangan dan hambatan dalam implementasinya. Namun, kunci kesuksesan dari program kerja ada di masyarakat desa itu sendiri.
Masyarakat desa yang memiliki hutan desa harus memiliki semangat untuk mempertahankannya. Harus sekuat tenaga dipertahankan jangan sampai hutan desa beralih fungsi. Bisa saja ada pihak lain atau masyarakat sendiri yang mengincar hutan desa itu menjadi lahan perkebunan. Godaannya untuk menjadikan hutan desa menjadi lahan perkebunan atau pertambangan sangat kuat. Bila tidak kuat, masyarakat desa malah tergoda, bukan tidak mungkin harta karun itu menjadi hilang. Bila ini terjadi, status hutan desa bisa dicabut oleh KLHK. Tentunya hal ini jangan sampai terjadi.
Sekali lagi, PRCF Indonesia hanya melakukan pendampingan atau fasilitasi bagaimana cara mengelola hutan desa. Namun, semua kunci kesuksesan ada di tangan masyarakat itu sendiri. (ros)