Mengelola hutan desa tidaklah mudah, tidak murah dan tidak bisa dilakukan sendiri. Untuk itu, masyarakat pemegang persetujuan Hutan Desa perlu mendapatkan pendampingan melalui fasilitasi peningkatan kapasitas, fasilitasi pembiayaan kelola hutan, dukungan berbagai pihak secara terintegrasi baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, swasta, perguruan tinggi dan para pendamping.
“PRCF Indonesia telah mendedikasikan sebagai pendamping mandiri untuk mendukung perhutanan sosial di Kalimantan Barat sejak tahun 2011. Hal tersebut kami lakukan selama ini dalam mendampingi program pengelolaan hutan yang dilakukan oleh LPHD. Diperlukan komitmen kuat untuk menjaga hutan dari deforestasi maupun degradrasi,” katan Direktur PRCF Indonesia, Imanul Huda S Hut M Hut dalam Membangun Konservasi Habitat Orangutan dan Owa Berbasis Masyarakat Melalui Program Perhutanan Sosial di Aula Penginapan Pasorminan, Sipirok, Tapanuli Selatan, Kamis (21/9/2023).
Lanjut Imanul, dalam pengelolaan hutan desa memang perlu anggaran. Untuk itu perlu mitra dari pihak ketiga. PRCF sebagai pedamping bukanlah pemilik anggaran. “Selama ini kita menjalin mitra dengan pihak donor baik di luar negeri maupun dalam negeri,” paparnya.
Untuk saat ini, PRCF sedang melakukan pedampingan di enam desa di Kabupaten Kapuas. Luas hutan desanya mencapai 11,725 hektare. Sebagai pelaksananya adalah LPHD dan KUPS. Kedua lembaga ini selalu ditingkatkan kapasitasnya. Mereka diarahkan untuk menjalin kerja sama dengan Pemerintah Desa, Pemda, KPH, Dinas Kehutanan, dan KLHK RI.
“Dalam proses menjalankan perhutanan sosial, kami juga melakukan upaya penyadaran tentang konservasi kepada anak-anak dan pemuda tetap dilakukan untuk keberlanjutan kegiatan pada konservasi dan pengembangan pelestarian,” tambah Imanul.
Selain Imanul, tampil juga sebagai narasumber utama, dari BPSKL Regional Sumatera diwakili Viktor Pardosi. Ia menjelaskan tentang pengelolaan perhutanan sosial bisa diberikan kepada koperasi, Gapoktan, dan Perseorangan. Harapannya pengajuan izin perhutanan sosial ini tidak dilandasi tujuan menghambur-hamburkan dana desa akan tetapi mengikuti tahapan yang baik.
“Di Sumatera Utara banyak masyarkat menguasai HPH, ada 1000 hektare yang dikuasai oleh masyarakat tanpa izin. Hutan adat sudah ada Tapanuli Selatan yang diterbitkan oleh KLHK. Secara umum jumlah luasan perhutanan sosial di Indonesia 6.3 juta hektare,” papar Vicktor.
Sementara itu, Kepala KPH Sipirok, Benhard Purba juga menjelaskan, perhutanan sosial dapat dilihat bermanfaat di masyarakat. Itu tandanya, masyarakat memiliki kesadaran tinggi untuk melindungi hutannya. Ekonomi mereka bergantung pada hutan tersebut.
“Yang paling penting adalah sosialisasi perhutanan sosial kepada tingkat tapak. Selain itu, jika ada jalur lintas satwa di area perhutanan sosial, bisa dimanfaatkan untuk retribusi dari pengunjung. Habitat orangutan dan owa dapat dikelola oleh kelompok tani yang ada di kawasan hutan tersebut melalui potensi yang dimiliki oleh desa,” jelas Berhard.
Jalannya Workshop
Berjalan lancar dan sesuai dengan rencana. Kegiatan ini akan menghadirkan peserta dari desa sasaran proyek, dengan rincian; masing dua utusan dari Desa Pematang, Lobutayas, Dolok Sanggul, Dolok Saut, Lobu Sihim, Desa Sibalanga, Pagaran Lambung , dan lima orang dari UPT KPV KPH V, KPH VI, KPH X, KPH XI, KPH XII, dan empat orang dari YALS, HePI, SRI, OKI. (ros)