Mengikat komitmen

Mengikat komitmen dilakukan  PRCF Indonesia menandatangani nota kesempakatan atau memorandum of understanding (MoU) dengan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) dari 18-20 Januari 2022.  MoU pertama dengan LPHD Bumi Lestari Desa Penepian Raya Jongkong, LPHD Pundjung Batara Desa Nanga Betung, LPHD Batang Tau Desa Sri Wangi, LPHD Nyuai Peningun Desa Nanga Jemah, dan  LPHD Bukit Belang Desa Tanjung (sedang proses).

Penandatanganan MoU antara PRCF dengan LPHD tersebut sangat penting. Artinya antara kedua belah sudah ada kesepakatan yang dituangkan dalam bentuk dokumen. Dokumen tersebut menjadi legal formal dalam pengelolaan hutan desa. Jauh lebih penting adalah dengan dokumen MoU itu kedua belah pihak berkomitmen untuk bersama-sama mengelola hutan desa dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Keduanya tidak boleh menyimpang atau lari dari komitmen yang disepakati.

Proses menuju MoU, hal pertama dilakukan PRCF adalah melakukan FPIC (Free, Prior, and Informed Consent). Dalam Bahasa Indonesia disebut PADIATAPA (Persetujuan Dengan Informasi Awal Tanpa Paksaan). Proses ini telah dilakukan PRCF saat memulai program konservasi hutan di desa yang disebut di atas. FPIC ini bertujuan untuk menciptakan  transparansi dan konsistensi, keadilan, akuntabilitas, dan komunikasi yang baik.

PRCF berkeyakinan, FPIC untuk mengetahui keinginan awal warga desa dengan berpegang pada keempat prinsip tersebut. Dengan demikian, proses ini akan mengurangi konflik. Semua program yang diusulkan berawal dari masyarakat desa itu sendiri. Sementara PRCF melakukan fasilitatasi agar program tersebut bisa terwujud.

Legalitas Komitmen

MoU sudah ditandatangani kedua belah pihak. Pihak PRCF sendiri tentunya terikat dengan MoU tersebut. PRCF akan mengerahkan segenap kemampuan untuk mendampingi LPHD dalam pengelolaan hutan desa. Tugas utamanya melakukan penguatan kelembagaan LPHD, konservasi, dan livelihood atau pengembangan usaha. Wujudnya, setiap personel LPHD dikuatkan pengetahuannya dalam berorganisasi. Mereka memiliki hak tanggung jawab untuk membesarkan LPHD. Lembaga harus kuat dengan ditopang tanggung jawab kuat dari setiap personelnya. Jangan sampai program sudah berjalan, lalu personelnya malah tidak hirau atau tak memiliki semangat lagi. Semua harus komitmen.

Kemudian, wujud nyata berikutnya melakukan patroli hutan secara regular. LPHD membentuk tim patroli hutan. Patroli hutan ini bisa dibilang program wajib. Mereka memiliki hutan desa yang harus dikontrol secara rutin. Mereka juga harus tahu apa saja yang ada di dalam hutan. Semua flora dan fauna yang mereka temukan di hutan dimasukkan dalam aplikasi smartpatrol. Tentunya mereka sudah dilatih dan dibekali dengan penguasaan terhadap kehutanan beserta isinya.

Berikutnya, LPHD juga diajak untuk membuat unit usaha yang dikenal dengan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Di sini mereka dilatih untuk memanfaatkan hasil bukan kayu menjadi unit usaha. Dari usaha ini diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan warga. PRCF akan menjadi asisten bisnis terhadap usaha tersebut. Semua harus memiliki legalitas komitmen agar tunduk pada apa yang telah ditandatangani. (ros)