Nilai kebersamaan dan rasa memiliki mudah diucapkan. Untuk mewujudkannya sangat sulit. Hal inilah yang ingin ditanamkan PRCF Indonesia  dalam program konservasi di Desa Nanga Lauk Kecamatan Embaloh Hilir Kabupaten Kapuas Hulu.

“Memang tidak mudah untuk menanamkan nilai kebersamaan dan rasa memiliki pada masyarakat. Padahal, tidak semua kegiatan harus pakai uang. Hal ini menjadi fokus kita juga dalam mengimplementasikan program konservasi,” kata Direktur Eksekutif PRCF Indonesia, Imanul Huda di sela-sela rapat secara online, Senin (30/3/2020).

Hutan desa di Nanga Lauk sudah mendapatkan SK dari Kementerian LHK. Warga Nanga Lauk memiliki kewajiban untuk mengelolanya. Artinya, pemilik sah hutan tersebut warga Nanga Lauk itu sendiri. Sementara PRCF Indonesia hanya mendampingi warga cara mengelola hutan agar tetap lestari.

“Ketika warga sudah memiliki nilai kebersamaan dan rasa memiliki, hutan desa yang  masih tersisa itu pasti dikelola dan dijaga dengan baik. Tanpa harus melibatkan pihak ketiga. Hutan telah memberikan banyak potensi untuk meningkatkan pendapatan warga,” jelas Imanul.

Imanul mengutip pernyataan Guru Besar IPB Bogor, Prof Dr Ir H Ervizal AM Zuhud dengan judul orasi ilmiahnya, Operasi Membangkitkan Desa-Kampung Konservasi Keanekaragaman Hayati menyatakan, sintesis penyelesaian akar masalah konservasi hutan dan lingkungan antara lain terutama adalah mendidik dan membangun sikap dan perilaku setiap individu manusia yang pro-konservasi, secara sistematis berkesinambungan, baik melalui pendidikan formal maupun informal.  Titik pointnya adalah mendidik dan membangun sikap dan perilaku individu manusia pro konservasi.

“Membangun sikap pro konservasi inilah yang terbilang cukup berat dan memerlukan waktu panjang. PRCF mencoba membangun itu dimulai dari anak usia diri, pelajar sampai dewasa. Pro konservasi harus tertanam yang pada akhirnya melahirkan kesadaran sendiri dari warga bahwa hutan sudah harusnya dikelela dan dijaga dengan baik melibatkan pihak ketiga,” ungkap Imanul.

Ditambahkan Fifiyati Hoesni juga anggota PRCF Indonesia menambahkan, yang terpenting adalah membangun jiwa pendamping dan masyarakat yangg didampingi. Jiwa melestarikan, jiwa konservasi. “Mentalitas yang membangun bukan by project but by identity. Untuk sebuah nilai yang kita bangun melalui visi misi lembaga PRCF.

“Kalau mentalnya hanya  melakukan by project, maka kita tak dpt apa-apa. Hanya dapat uang gaji bulanan saja. That’s not enough. Yang kita lakukan it’s for something,” tambah Fifiyati.

Perlu Waktu

Untuk menumbuhkan kesadaran perlu waktu panjang. PRCF sudah melakukan upaya tersebut dimulai dari usia dini dengan cara menggelar lomba bertemakan konservasi. Ada lomba menggambar dan bercerita. Dengan cara ini, dari usia dini warga menyadari arti penting keberadaan hutan di desa mereka.

“Setiap ada pertemuan dengan warga, kita selalu menyelipkan pesan bahwa pentingnya konservasi hutan. Dengan harapan, warga memiliki nilai kebersamaan dan rasa memiliki terhadap hutan mereka sendiri. Bila ini sudah tertanam, kita yakin hutan desa Nanga Lauk akan terjaga dengan baik tanpa harus melibatkan pihak ketiga,” tambah Imanul. (ros)