Pontianak (PRCF) – Desa Nanga Lauk Kecamatan Embaloh Hilir Kabupaten Kapuas Hulu sering menjadi perbincangan terutama pemerhati lingkungan hidup. Desa ini memiliki luas wilayah 8.125 hektare (ha). Yang menarik, desa ini memiliki luas hutan desa 1.430 ha (17,6%). Luas hutan ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor 685/Menlhk-PSKL/PKPS/PSL.0/2/2017. Bisa dikatakan, hutan tersebut merupakan harta karun terbesar bagi warga Nanga Lauk.
Sebagai harta karun, hutan tersebut bisa menjadi incaran banyak orang untuk dieksploitasi. Incaran banyak orang itu merupakan ancaman bagi hutan itu sendiri. Yayasan PRCF Indonesia melihat ancaman tersebut. Bersama pemerintahan desa Nanga Lauk berhasil membentuk Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Lauk Bersatu. Salah satu tujuannya, menjaga hutan desa dan memanfaatkan potensinya untuk kesejahteraan warga. Bagaimana LPHD Lauk Bersatu menjaga hutan desa tetap lestari dan memberikan manfaat besar bagi warganya adalah dengan rutin melakukan patroli.
Rutin patroli hutan. Inilah cara paling pas memastikan hutan desa Nanga Lauk seluas 1.430 ha tetap terjaga dengan baik. Tetap terjaga dari aksi penebangan liar, pembalakan, kebakaran, dan perambahan, dan ekploitasi flora dan fauna di dalamnya. Patroli hutan merupakan tugas utama dari bidang perlindungan dan pengawasan hutan LPHD Lauk Bersatu. Secara rutin, tim patroli ini melakukan tugas dan kewajibannya.
Pada tanggal 29 – 30 Oktober 2019, lalu tim patroli yang difasilitasi PRCF Indonesia kembali menggelar patroli. Patroli kali didampingi dua pengurus PRCF Indonesia, Rio Afiat dan Yadi Purwanto. Tim patroli dibagi dua kelompok, yakni Kelompok A dan Kelompok B. Dua kelompok ini melewati jalur danau yang berbeda. Kelompok A menyusuri jalur Danau Kanan. Sementara Kelompok B menyisir jalur Danau Keba (kiri).
Seluruh anggota patroli mengenakan baju seragam bertuliskan LPHD Lauk Bersatu. Mereka menggunakan perahu motor. Di dalam kelompok itu ada bertugas sebagai motoris atau orang yang menjalankan mesin tempel. Ada juga bertugas pencatat, pegang GPS dan HT. Setiap anggota kelompok mendapatkan tugas berdasarkan kemampuan.
Pag-pagi mereka sudah bertolak dari kampung menuju danau di mana letak hutan desa berada. Hutan Desa yang dimiliki Nanga Lauk hampir seluruhnya berada di sekitar danau. Untuk melakukan patroli tidak bisa menggunakan jalur darat, sepenuhnya menggunakan perahu motor. Sekitar setengah jam (30 menit), tim patroli sudah berada di lokasi hutan. Di lokasi ini tidak ada perumahan warga. Hanya ada air dan hutan. Namun, ada lanting (pondok di atas air). Lanting ini biasa digunakan warga untuk istirahat bila menangkap ikan di danau. Lanting ini dimanfaatkan juga oleh tim patroli melepas lelah dan tempat makan. Seluruh perbekalan makan dibawa dari rumah. Sedangkan tempat makan, mereka gunakan lanting.
“Sebelum masuk hutan, tim sarapan dulu di atas lanting. Sarapan dibawa dari rumah. Sambil istirahat sebentar, momen itu digunakan juga untuk mengecek sekali lagi barang atau alat sebelum masuk dalam hutan,” kata Yadi Purwanto sebagai pendamping tim patroli hutan.
Ketika perut sudah terisi, tenaga sudah prima, peralatan siap, barulah tim patroli menyusuri jengkal demi jengkal hutan desa. Perahu motor dijalankan pelan. Sementara mata seluruh anggota tim mengawasi pohon yang dilewati. Setiap ada sesuatu yang aneh, mencurigakan, atau ketemu dengan flora fauna, perahu motor dihentikan sebentar. Mereka abadikan lewat kamera, dicatat, dan ditentukan titik GPS nya.
“Pada patroli hutan desa kali ini, kami menemukan sejumlah temuan di antaranya, ular, kura-kura, kubangan babi, tupai, cakaran beruang di pohon, burung. Kita juga ketemu pohon yang merupakan rumah lebah, pohon kempas atau lalau. Ada juga kita ketemu patok hutan lindung. Pokoknya, semua kita abadikan dengan kamera dan dicatat dengan baik setiap temuan di hutan. Yang jelas tidak ada eksploitasi hutan yang dilakukan manusia ditemukan saat patroli,” ungkap Yadi Purwanto.
Secara keseluruhan, hutan desa yang dimiliki Nanga Lauk masih terjaga dengan baik. Patroli hutan yang rutin dilakukan sebulan sekali itu untuk memastikan apakah ada atau tidak ancaman terhadap hutan desa. Kalau pun ada ancaman, akan cepat terdeteksi. “Yang lebih utama adalah kesadaran dari seluruh warga Nanga Lauk akan pentingnya keberadaan hutan. Tanpa kesadaran itu, hutan desa bisa saja sewaktu-waktu dirambah. Kesadaran akan pentingnya hutan inilah yang selalu menjadi perhatian PRCF Indonesia,” jelas Yadi.
Setelah seharian melakukan patroli, menjelang sore hari, mereka kembali ke rumah masing-masing. Temuan selama di lapangan akan diinventarisir untuk dievaluasi. Semua tercatat untuk dijadikan data. Begitulah patroli rutin yang dilakukan LPHD Lauk Bersatu. (ros)