Penentuan ruang

PRCF Indonesia  melakukan fasilitasi untuk menentukan ruang pemanfaatan dan perlindungan areal hutan di empat desa di Kabupaten Kapuas Hulu. Keempat desa itu adalah Desa Nanga Betung, Sri Wangi, Nanga Jemah, dan Tanjung. Kegiatan itu dilakukan dari 18 – 21 April 2024.

“Pelaksanaan kegiatan ini berjalan lancar dan sesuai rencana. Dengan adanya kegiatan ini bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat, pemerintah desa dan khususnya pemegang izin hutan desa mengenai penataan areal hutan desa. Ini terutama mengenai ruang pemanfaatan dan ruang perlindungan,” kata Fasilitator Konservasi PRCF Indonesia, Yadi Purwanto S Hut, Selasa (23/4/2024).

Dijelaskannya, hadirnya skema perhutanan sosial menjadi angin segar bagi masyarakat yang hidup di sekitar hutan. Dengan skema ini masyarakat memiliki kesetaraan dengan pemilik konsesi dalam hal mengelola hutan. Ada legalitas yang diberikan negara bagi masyarakat dalam memanfaatkan hasil alam secara lestari.

“Namun, masih banyak masyarakat kurang paham mengenai hak dan tanggung jawabnya. Masih ada pandangan umum bahwa ketika kawasan hutan negara telah menjadi hutan desa, hutan yang ada dapat ditebang maupun dialihfungsikan. Padahal, itu tidak boleh sesuai dengan Peraturan Menteri LHK No 9 Tahun 2021,” ungkap alumni Fakultas Kehutanan Untan ini.

Menurut Peraturan Menteri LHK No 9 Tahun 2021 pasal 93, pemegang persetujuan pengelolaan hutan desa wajib melaksanakan pengelolaan hutan sesuai dengan prinsip pengelolaan hutan lestari. Selanjutnya pada BAB III pada Pasal 100 pada poin a, Pengelolaan Perhutanan Sosial dapat dilakukan melalui penataan areal dan penyusunan rencana. Pada Pasal 101 ayat 1, pada poin c Kegiatan Penataan Areal meliputi pembuatan ruang areal Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial. Pada Ayat 4, Pembuatan ruang meliputi  lokasi, luas dan batas ruang perlindungan, lokasi, luas dan batas ruang pemanfaatan.

“Dengan adanya pembagian ruang, pemegang izin dapat menentukan lokasi mana yang dapat dimanfaatkan. Lokasi mana yang harus tetap terjaga,” tegas Yadi.

Sebagai dasar penentuan ruang dalam hutan desa, digunakan peta tutupan lahan dari LHK tahun 2020. Lokasi berhutan seperti hutan lahan kering sekunder (HLKS) dapat dijadikan ruang perlindungan. Sedangkan kondisi tak berhutan seperti pertanian lahan kering bercampur semak, pertanian lahan kering, semak/belukar, lahan terbuka dapat dijadikan ruang pemanfaatan.

Luaran Kegiatan

Ada tiga luaran yang ingin dicapai dalam kegiatan tersebut, yakni:

  1. Adanya pemahaman di pemegang izin dan masyarakat mengenai ruang pemanfaatan dan ruang perlindungan di dalam hutan desa
  2. Diperolehnya kesepakatan lokasi yang ditentukan sebagai ruang pemanfaatan dan ruang perlindungan di empat hutan desa
  3. Peta hutan desa yang menginformasikan ruang pemanfaatan dan ruang perlindungan

Kegiatan pertama dilakukan di Desa Nanga Betung selama satu hari. Esoknya di Desa Sri Wangi, lalu disusul Nanga Jemah, dan hari terakhir 21 April di Desa Tanjung. Setiap desa menghabiskan waktu satu hari.

Pihak yang terlibat kegiatan penting ini adalah perwakilan pemerintah dari empat desa 5 orang, Badan Permusyawatan Desa 5 orang, Tokoh Adat 3 orang, Perwakilan pemilik lahan dalam hutan desa 4 orang, perwakilan perempuan 3 orang, Pengurus LPHD 10 orang, mahasiswa magang MBKM 4 orang, narasumber 1 orang, dari pihak PRCF Indonesia 5 orang. (ros)