Penyusunan program pemberdayaan masyarakat mulai dipresentasikan dari masing-masing koordinator. Pemberdayaan masyarakat dikhususkan untuk empat yakni yakni Nanga Betung, Nanga Jemah, Sriwangi, dan Tanjung Kabupaten Kapuas Hulu.
“Setelah kita melakukan FPIC atau Padiatapa di empat desa itu, saatnya kita melakukan penyusunan program. Masing-masing koordinator diminta mempresentasikan program yang akan diimplementasikan di empat desa tersebut,” kata Direktur PRCF Indonesia, Imanul Huda ST M Hut dalam rapat koordinasi Tim Lanskap Selatan Kapuas Hulu di kantornya, Jumat (7/5/2021).
Rapat koordinasi tersebut digelar secara offline dan online via zoom. Sejumlah anggota tim yang tidak hadir di Pontianak mengikuti secara online atau daring. Sementara yang berada di Pontianak secarea offline.
“Penyusunan program ini sangat penting. Sebagai pedoman kita dalam melakukan berbagai kegiatan konservasi atau pengelolaan hutan desa. Apabila program sudah disusun, nantinya akan disampaikan ke pihak TFCA Kalimantan sebagai donor,” jelas Imanul.
Dalam rapat itu, salah satu koordinator, Iwan Supardi mempresentasikan program pemberdayaan yang akan dilakukan. Salah satu contoh, untuk Desa Sriwangi akan dilakukan program pemberdayaan masyarakat berupa pembuatan tusuk sate. Desa Sriwangi memiliki potensi bambu yang melimpah. Sementara usaha untuk membuat tusuk sate masih sangat minim. Potensi ini bisa meningkatkan pendapatan masyarakat dari pembuatan tusuk sate sangat terbuka.
“Potensi bambu sangat melimpah di Sriwangi. Kita coba ajukan program pembuatan tusuk sate. Walaupun sebelumnya belum pernah ada usaha pembuatan tusuk sate ini, kita coba memulainya. Potensinya sangat besar terutama di perkotaan di mana banyak usaha sate,” jelas Iwan.
PRCF Indonesia menjadikan setiap dari empat desa itu memiliki ciri khas. Ada desa yang memiliki potensi air bersih seperti Desa Nanga Betung. Juga disusun program untuk pengolahan menjadi air minum dalam bentuk galon maupun kemasan. “Setiap desa nanti akan ada satu produk andalan yang bisa meningkatkan pendapatan masyarakatnya sendiri,” tambah Iwan.
Program penting yang selalu ada dalam program PRCF adalah patroli hutan. Program specialist di bidang ini adalah Yadi Purwanto S Hut. Ia juga sudah melakukan penyusunan program konservasi berupa patroli hutan. “Kita tetap melakukan patroli hutan desa di empat desa itu. Program sudah disusun, tinggal menunggu waktu pas untuk turun ke lapangan,” katanya.
Break Even Point
Tidak hanya penyusunan program, juga dibuat analisis Break Even Point (BEP). Artinya setiap program yang disusun mesti dilakukan BEP. BEP sendiri adalah titik di mana pendapatan sama dengan modal yang dikeluarkan, tidak terjadi kerugian atau keuntungan.
“Kita berusaha jangan sampai program yang telah disusun tidak ada BEP. Dengan analisis ini program yang akan diimplementasikan tidak rugi. Program mesti memberikan keuntungan terutama bagi masyarakat dan pendamping itu sendiri,” kata anggota tim, Suhartian Fajru.
Awaluddin Razab, Bendahara Program juga menjelaskan perihal BEP itu. Dengan analisis BEP ini setiap program yang dilakukan menjadi lebih rinci dan detail. “Kalau sudah dilakukan demikian, setiap program akan memberikan keuntungan,” tambahnya.
Selain itu, koordinator publikasi dan dokumentasi, Rosadi Jamani juga mempresentasikan soal cara mengirimkan foto dan narasi untuk dipublikasikan. Bagi anggota tim saat di lapangan cukup mengirimkan foto kegiatan dan sedikit memberikan narasi 5W+1H. “Nanti saya akan olah menjadi berita untuk dipublikasikan di website resmi PRCF Indonesia,” katanya.
Bagian Pelaporan dan Database, Adilah Dinilhuda ikut mempresentasikan programnya. Ia menggaggas pengumpulan buku bacaan untuk anak-anak. Buku itu nantinya untuk perpustakaan yang ada di empat desa itu. “Buku ini sangat penting untuk meningkatkan semangat literasi bagi warga desa,” katanya. (ros)