Peran perempuan

Peran perempuan sangat diperhatikan dalam setiap program PRCF Internasional. Saat rombongan PRCF dipimpin Dr Luis Fernando Potes Sanchez berkunjung ke sejumlah desa dampingan di Kabupaten Kapuas Hulu, salah satu harapannya peran perempuan semakin ditingkatkan.

Pada 5-6 September lalu, rombongan Fernando berkunjung ke Desa Nanga Jemah. Kemudian, Pada 6 September berkunjung ke Desa Sri Wangi dan dilanjutkan pada 8 September ke Desa Tanjung. Desa yang dikunjungi itu merupakan lokasi program Rimba Pakai Kemuka Ari atau Imba Jasa Lingkungan dengan dampingan PRCF Indonesia.

Secara umum, kegiatan yang dilaksanakan adalah diskusi antara PRCF Internasional, PRCF Indonesia, LPHD dan pemerintah desa, dan tokoh-tokoh masyarakat.Selama diskusi di Desa Nanga Jemah, Sri Wangi, dan Tanjung, beberapa hal mendapat perhatian khusus dari rombongan. Salah satu hal penting yang selalu ditanyakan oleh Fernando Potes, Presiden Direktur PRCF adalah mengenai keterlibatan perempuan.

Peran perempuan
Seorang perempuan melakukan pembibitan pohon di Desa Nanga Jemah sebagai bukti perempuan dilibatkan dalam program Imbal Jasa Lingkungan

“Kalau bisa seimbang, 50 persen laki-laki, 50 persen perempuan. Kalau tidak bisa, minimal 30 atau 40 persen perempuan (bisa terlibat dalam kegiatan LPHD, KUPS, atau menjadi penerima beasiswa pendidikan),” pinta Fernando yang berkebangsaan Kolombia ini.

“Harus bertahap ya, kalau memang tidak ada atau hanya sedikit perempuan yang terlibat tahun ini, minimal bisa meningkat di tahun depan,” sambung pria yang saat ini berdomisili di Bangkok, Thailand tersebut.

Saat melakukan kunjungan Fernando tidak sendirian. Beliau didampingi oleh pengurus PRCF Internasional lainnya, yakni ada Sinan Serhadli (staf Pengembangan Program di Sumatera Utara, berpaspor Jerman), Nguyen Thuy (Direktur Keuangan, berdomisili di Vietnam), dan Nguyen (staf Pengembangan Usaha Masyarakat, berdomisili di Vietnam). Tidak ketinggalan Direktur Eksekutif PRCF Indonesia, Imanul Huda juga ikut serta.

Baru 30 Persen

Keterlibatan perempuan, khususnya di Desa Nanga Jemah dan Sri Wangi memang tidak terlalu banyak. Dalam kepengurusan LPHD, hanya sekitar 30 persen yang aktif. Misalnya, di Desa Nanga Jemah, untuk komite penerimaan beasiswa, hanya ada satu perempuan dari lima anggota komite.

Meski begitu, tidak bisa dikatakan tidak ada sama sekali peran perempuan. Setidaknya, di KUPS-KUPS yang dikembangkan oleh LPHD, peran perempuan masih cukup besar. Kondisi di Desa Tanjung berkebalikan. Perempuan cukup aktif menjadi pengurus di LPHD. Bahkan, untuk beasiswa, terdapat 12 perempuan dari 13 orang calon penerima. (roj/ros)