Ali Hayat

Program Imbal Jasa Ekosistem akan dilaksanakan di lima desa di Kabupaten Kapuas Hulu. Kelima desa itu adalah Desa Nanga Betung, Nanga Jemah, Sri Wangi, Tanjung, dan Penepian Raya. Dari tahun 2022, program ini akan berakhir dengan jangka waktu 25 tahun.

Manager Program Imbal Jasa Ekosistem PRCF Indonesia, Ir Ali Hayat menjelasan program itu dalam sosialisasi di Desa Sri Wangi, 28 Juni 2022 lalu. Dalam penjelasannya, dalam kurun waktu 25 tahun, bukan dana segar yang diserahkan ke desa binaan. Namun, dukungan dana untuk mendukung pelaksanaan program yang telah diusulkan melalui proses penggalian gagasan pada Juni 2021. Di mana proses penggalian gagasan didukung pendanaan Program TFCA Kalimantan Siklus V.

Selanjutnya pada Oktober 2022 ada kegiatan pengumpulan data kembali dikarenakan ada perubahan standar, dari standar Plan Vivo ke CCB (Climate, Community and Biodiversity). Pengumpulan data dengan skema CCB pada bulan Oktober 2021 juga didukung Program TFCA Kalimantan Siklus V.

Kabupaten Kapuas Hulu hampir 5/6 bagian merupakan kawasan  hutan lindung, 84%  berupa hutan dan 16% berupa APL, perkebunan, pemukiman, jalan dan sebagainya. Dari 84% kawasan hutan, 56.5 % berupa kawasan lindung ini berdasarkan ketetapan dari Pemerintah Republik Indonesia..

“Kenapa Kabupaten Kapuas Hulu ditetapkan secara luas hutannya karena merupakan puncak atau bagian hulu yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu, kawasan hutan berfungsi untuk pengaturan air dan mencegah banjir. Untuk memperkuat hal tersebut maka pada tahun 2015 ditetapkan Kabupaten Konservasi agar terjadi perlindungan sisstem ekologi di Kabupaten Kapuas Hulu secara khusus dan Kalbar secra umum,” papar Hayat.

Kabupaten Konservasi

Tujuan umum Perda tahun 2015 adalah melindungi dan memperkaya sumber alam berkelanjutan termsuk sumber daya hutan, agar tercipta harmonisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten dan masyarakat, lembaga masyarakat dan lembaga lain yang mendukung kebijakan pemerintah untuk  meningkatkan sosial budaya dan kesejahteraan masyarakat.

“Untuk menjaga hutan, pemerintah pusat bekerja sama dengan Negara  Malaysia dan Brunei Darusallam untuk membentuk Heart of Borneo (HOB). Sehingga ini salah satu alasan Program TFCA bekerja di Kabupaten Kapuas Hulu,” tambah Hayat.

Untuk Desa Sri Wangi melalui peraturan kementrian LHK diberikan areal kerja hutan desa. Artinya, ketika ada hak pengelolaan juga ada kewajiban pengelolaan hutan secara lestari. Ketika hak diberikan akan ada kewajiban, jika tidak dilaksanakan maka izin bisa dicabut kembali. Mengelola hutan desa perlu dukungan pendanaan dalam pelaksanaan perlindungan hutan, ekonomi dan restorasi. Perlu ada peningkatan sumber daya manusia (SDM) di LPHD, masyarakat secara umum, dan generasi muda

“Ada keterbatasan di LPHD dalam melaksanakan tanggung jawab mengelola LPHD. PRCF memfasilitasi program sesuai permasalahan dan potensi di Sri Wangi,” ujar Hayat.

Pada Mei 2022, setelah melalui negosiasi panjang dari Oktober 2021 (selama 7 bulan), mencoba mempertahankan kegiatan sesuai penggalian gagasan. Pihak Lestari Capital selaku lembaga donor menyetujui untuk memberikan dukungan pendanaan. Tidak semua usulan disetujui Lestari Capital.

“Ada dua pertimbangan yakni, relevansi usulan dengan tujuan melestarikan sumber daya hutan di hutan desa dan perlu ada peningkatan ekonomi di luar hutan. Hal inilah yang akan kita implementasikan di Desa Sri Wangi dan desa lainnya,” tambah Hayat. (ros)