“Kita harus selamatkan hutan dari aksi pembalakan liar”
“Mari selamatkan bumi dari illegal logging”
“Mari jaga hutan demi anak cucu kita!”
Banyak lagi ungkapan lain yang serupa bertemakan selamatkan hutan. Sekarang muncul pertanyaan, bagaimana cara menyelematkan hutan? Jawabannya, tak jauh dari ajakan lagi. Sementara upaya nyatanya, tidak jelas. NATO, no action talk only. Besak omong jak, kate orang Melayu.
Fakta saat ini, berdasarkan analisis dari Pokja REDD+ Kalbar, 68.840 hektare terjadi deforestari setiap tahun dan degradasi hutan 10.837 hutan. Angka ini menunjukkan terjadi kerusakan hutan cukup signifikan setiap tahunnya. Banyak penyebabnya. Salah satunya pembukaan perkebunan yang semakin masif, perluasan areal pemukiman, dan pertambangan rakyat.
Kayu masih dianggap sebagai komoditas. Nilai ekonominya tinggi. Setiap waktu ada saja orang memanfaatkannya untuk bisnis ataupun kebutuhan pribadi. Sebagai contoh kecil, terjadi peningkatan cukup tinggi sektor perumahan di Kabupaten Kubu Raya. Hal ini disampaikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kubu Raya, Maria Agustina dalam Workshop Pengembangan Program Pembangunan Hijau Kabupaten Kubu Raya di Hotel Ibis Pontianak, Jumat (4/3/2022) lalu. Artinya, banyak kawasan pemukiman baru dibangun di negeri kekuasaan Muda Mahendrawan itu.
Banyaknya kawasan pemukiman baru dipastikan banyak memerlukan kayu. Mulai dari kayu cerucuk untuk pondasi rumah, kusen pintu, daun pintu dan jendela, plafon dan sebagainya. Semua menggunakan kayu walaupun sekarang mulai ngetrend baja ringan, pengganti kayu. Namun, masih banyak kawasan perumahan itu menggunakan kayu. Dari mana kayu itu semua? Ya, dari hutan yang tersisa di seluruh Kalimantan Barat. Tidak mungkinlah impor dari luar. Pasti dari hutan di daerah yang masih memiliki hutan.
Itu baru sektor perumahan, belum lagi sektor lain yang juga banyak membutuhkan kayu. Dengan fakta ini, hutan yang tersisa akan selalu menjadi incaran para pembalak liar. Apalagi nilai ekonomi semakin tinggi. Ada kayu kelas A yang terbilang mahal, ada kelas B, dan seterusnya. Sekali lagi, semua itu dari hutan Kalimantan Barat.
Jaga Hutan Tersisa
Yayasan PRCF Indonesia sejak tahun 2019 mencoba merealisasi ajakan “Ayo, Selamat Hutan!” Caranya melakukan pendampingan terhadap desa yang masih memiliki hutan untuk dijaga sekuat tenaga. Sebagai contoh, Desa Nanga Lauk Kecamatan Embaloh Hilir Kapuas Hulu, masih memiliki hutan desa dan hutan produksi terbatas. Lewat pendampingan yang intensif, Desa Nanga Lauk memiliki tim patroli hutan di bawah kendali LPHD Lauk Bersatu. Tim patroli tersebut secara regular melakukan patroli hutan. Tujuannya tidak lain, memastikan tidak ada kerusakan hutan. Upaya dan aksi nyata menjaga hutan.
Sukses mengedukasi warga Nanga Lauk dalam konservasi hutan, PRCF tidak berhenti di situ saja. Kisah sukses ini ditularkan ke desa lain yang juga masih memiliki hutan. Tahun 2021 ada empat desa yang didampingi dalam pengelolaan hutan, yakni Desa Nanga Jemah, Nanga Betung, Sri Wangi dan Tanjung. Semua masih dalam wilayah Kabupaten Kapuas Hulu. Keempat desa tersebut juga telah membentuk tim patroli hutan. Secara regular juga melakukan patroli hutan.
Adanya tim patroli tersebut adalah sebuah asa untuk menyelamatkan hutan yang tersisa. Seandainya setiap desa yang masih memiliki hutan memiliki tim patroli, hutan bisa dijamin aman dari pembalakan liar. Ekosistemnya juga bisa terjaga dengan baik. Flora dan faunanya akan terdata rapi. Bahkan, areal hutan yang terbuka bisa dihutankan kembali. Ada baiknya, pemerintah pusat dan daerah menggalakan desa yang masih memiliki hutan membentuk tim patroli hutan. Inilah adalah upaya nyata, tak sekadar NATO. (ros)