Hari bumi

Selamatkan Bumi – Setiap 22 April, negara di seluruh dunia akan memperingati Hari Bumi (Earth Day). Tema yang diusung tahun ini, “Planet and Plastic” Tapi, saya tidak membahas soal plastiknya, melainkan deforestasi. Beberapa waktu lalu, salah satu media lokal memberitakan maraknya aksi pembalakan liar di Kabupaten Kapuas Hulu. Aksi deforestasi ini juga menyasar hutan adat. Praktik ilegal ini sudah lama berlangsung, namun sepertinya susah dihentikan.

Alangkah baiknya, Peringatan Hari Bumi dijadikan momentum untuk menekan laju deforestasi di seluruh wilayah Kalbar. Hari Bumi, momentum penting untuk merenungkan tantangan lingkungan yang dihadapi planet ini. Kita perlu mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkannya.

Pemerintah lewat UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) mengatur mengenai penebangan hutan di kawasan hutan lindung. Artinya, pembalakan liar itu dilarang. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kalbar sudah sering melakukan sosialisasi larangan pembalakan hutan secara ilegal. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) juga sudah ditempatkan di setiap kabupaten. Semua itu agar masyarakat dilarang membabat hutan. Dunia juga menyerukan perlindungan terhadap hutan (Kornieiev & Kornieiev, 2024). Tentunya menjaga hutan dari segala kerusakan oleh tangan manusia (Király & Borovics, 2024).

Kenyataannya, aksi pembalakan tetap saja terjadi. Padahal, ketika hutan itu dirusak, akan besar akibatnya buat manusia itu sendiri (Huo et al., 2024). Hutan rusak bisa menimbulkan banyak bencana (Kaushalya G. N., 2024). Kalbar sendiri masih menempati peringkat cukup tinggi dalam deforestasi di antara provinsi-provinsi lain di Indonesia. Menurut Yayasan Auriga Nusantara, deforestasi selama tahun 2021 angka deforestasi Kalbar mencapai 229.924 hektar. Ini menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan besar yang harus dilakukan dalam mengatasi deforestasi di wilayah ini. Lajunya deforestasi tersebut tidak bisa dibiarkan. Berikut ini beberapa langkah konkret untuk menekan laju deforestasi:

  1. Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum

Diperlukan upaya untuk meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas ilegal seperti pembalakan liar dan kebakaran hutan (Chethan et al., 2012). Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku ilegal juga penting untuk memberikan efek jera.

Selain itu, perlu adanya kerja sama yang erat antara berbagai lembaga terkait, termasuk kepolisian, dinas kehutanan, dan instansi lingkungan hidup. Tujuannya untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum. Pemanfaatan teknologi seperti pemantauan satelit dan penggunaan aplikasi mobile untuk pelaporan dapat meningkatkan efisiensi dalam deteksi dan penindakan terhadap pelanggaran lingkungan. Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan dan dampak negatif dari aktivitas ilegal juga harus ditingkatkan. Dengan demiian, dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam melindungi lingkungan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat diciptakan lingkungan yang lebih aman dan berkelanjutan bagi hutan dan semua makhluk yang bergantung padanya.

2.Promosi Pertanian Berkelanjutan

Pengembangan pertanian berkelanjutan dapat membantu mengurangi tekanan terhadap hutan alam (Solomon et al., 2024). Pemberian pelatihan dan bantuan kepada petani untuk mengadopsi praktik-praktik pertanian ramah lingkungan dapat menjadi langkah yang efektif (Nawaz et al., 2024).

Dengan memberikan pelatihan dan bantuan kepada petani, untuk mendorong kebijakan dan insentif yang mendukung praktik pertanian berkelanjutan. Hal ini dapat meliputi pemberian subsidi atau insentif pajak bagi petani yang mengadopsi praktik-praktik pertanian ramah lingkungan, seperti penggunaan pupuk organik, pengelolaan limbah pertanian yang bijaksana, dan penggunaan teknologi pertanian yang efisien secara energi. Pendekatan kolaboratif antara pemerintah, petani, dan pemangku kepentingan lainnya dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam implementasi pertanian berkelanjutan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat tercipta sistem pertanian yang lebih berkelanjutan, yang tidak hanya mengurangi tekanan terhadap hutan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat lokal.

  1. Peran Masyarakat Lokal

Melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan sangat penting saat ini (Mung’ong’o, 2024). Ini juga memperkuat hak-hak mereka atas sumber daya alam dapat menjadi solusi yang berkelanjutan dalam mengelola hutan secara lestari (Delma et al., 2024).

Selain melibatkan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan, mereka juga diberdayakan secara ekonomi. Ini dapat dilakukan melalui pengembangan usaha ekonomi lokal yang berbasis pada pemanfaatan sumber daya hutan secara berkelanjutan, seperti agrowisata, pengolahan produk hutan non-kayu, dan kerajinan tangan tradisional. Dengan memberikan akses kepada masyarakat lokal untuk memperoleh manfaat ekonomi dari hutan, hal ini dapat meningkatkan motivasi mereka untuk ikut serta dalam pelestarian lingkungan. Partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan juga dapat meningkatkan keberlanjutan ekosistem hutan. Mereka memiliki pengetahuan lokal tentang ekologi dan keanekaragaman hayati. Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat lokal bukan hanya penting untuk pelestarian hutan, tetapi juga untuk pembangunan ekonomi yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

  1. Investasi dalam Restorasi Hutan

Melakukan investasi dalam restorasi hutan dan penghijauan dapat membantu mengembalikan ekosistem yang rusak akibat deforestasi (Stephens et al., 2024). Selain melakukan investasi dalam restorasi hutan, penting juga untuk memperhatikan aspek partisipatif dan berkelanjutan dalam pelaksanaannya (Bartholomew et al., 2024). Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya dalam perencanaan, implementasi, dan pemantauan proyek restorasi hutan. Dengan melibatkan masyarakat lokal, bukan hanya memberikan manfaat langsung dalam proses restorasi, tetapi juga memperkuat rasa memiliki dan tanggung jawab atas keberhasilan proyek tersebut.

Selain itu, pendekatan berbasis masyarakat juga dapat memastikan bahwa upaya restorasi hutan sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai lokal, sehingga lebih berkesinambungan dalam jangka panjang. Dengan langkah-langkah ini, investasi dalam restorasi hutan tidak hanya akan membantu mengembalikan ekosistem yang rusak, tetapi juga memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.

  1. Penguatan Kerja Sama Antar-lembaga

Kerja sama antara pemerintah, LSM, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat penting dalam mengatasi deforestasi (da Silva et al., 2023). Diperlukan koordinasi yang baik antara semua pihak untuk mencapai hasil yang maksimal.

Selain memperkuat kerja sama antara lembaga-lembaga tersebut, juga membangun mekanisme koordinasi fektif dan transparan. Hal ini meliputi pembentukan forum atau platform yang memungkinkan berbagai pemangku kepentingan untuk berdiskusi, berbagi informasi, dan merumuskan kebijakan bersama. Dengan adanya mekanisme koordinasi yang baik, dapat tercipta sinergi antara berbagai inisiatif dan program yang dilakukan oleh pemerintah, LSM, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Mekanisme ini juga dapat membantu mengidentifikasi dan mengatasi konflik kepentingan serta memastikan bahwa upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak saling mendukung dan tidak tumpang tindih. Dengan demikian, penguatan kerja sama antar-lembaga tidak hanya akan meningkatkan efektivitas dalam mengatasi deforestasi, tetapi juga memperkuat kemitraan yang berkelanjutan dalam menjaga keberlanjutan ekosistem hutan di Kalbar.

Kesimpulan

Mengatasi deforestasi di Kalbar membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak. Dengan mengubah paradigma, meningkatkan kesadaran, dan mengimplementasikan solusi-solusi yang konkret, kita dapat menghadapi tantangan ini dan menjaga keberlanjutan ekosistem hutan untuk masa depan yang lebih baik. Hari Bumi adalah momentum bagi kita semua untuk merenungkan komitmen kita dalam melindungi bumi kita, dan saatnya bertindak adalah sekarang.

Rosadi Jamani

Referensi

Bartholomew, D. C., Hayward, R., Burslem, D. F. R. P., Bittencourt, P. R. L., Chapman, D., Bin Suis, M. A. F., Nilus, R., O’Brien, M. J., Reynolds, G., Rowland, L., Banin, L. F., & Dent, D. (2024). Bornean tropical forests recovering from logging at risk of regeneration failure. Global Change Biology, 30(3). https://doi.org/10.1111/gcb.17209

Chethan, K. P., Srinivasan, J., Kriti, K., & Sivaji, K. (2012). Sustainable Forest Management Techniques. In Deforestation Around the World. https://doi.org/10.5772/35823

da Silva, L. J., da Silva Oliveira, D. M., Nóbrega, G. N., Barbosa, R. I., & Cordeiro, R. C. (2023). Corrigendum to “Pyrogenic carbon stocks and its spatial variability in soils from savanna-forest ecotone in Amazon” [J. Environ. Manag. 340(15) August 2023, 117980] (Journal of Environmental Management (2023) 340, (S0301479723007685), (10.1016/j.jenvman.2023.117980)). In Journal of Environmental Management (Vol. 345). https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2023.118306

Delma, S., Gilmour, D., Ota, L. S., Warner, K., Temphel, K. J., & Herbohn, J. (2024). Carbon stocks and sequestration potential of community forests in Bhutan. Trees, Forests and People, 16. https://doi.org/10.1016/j.tfp.2024.100530

Huo, L., Persson, H. J., & Lindberg, E. (2024). Analyzing the environmental risk factors of European spruce bark beetle damage at the local scale. European Journal of Forest Research. https://doi.org/10.1007/s10342-024-01662-4

Kaushalya G. N. (2024). Forest and Natural Vegetation Cover Loss Over 2000 to 2020 in Sri Lanka; A Canopy Density Base Analysis. Proceedings of International Forestry and Environment Symposium, 27. https://doi.org/10.31357/fesympo.v27.7209

Király, É., & Borovics, A. (2024). Carbon sequestration of Hungarian forests by management system and protection status. Trees, Forests and People, 15. https://doi.org/10.1016/j.tfp.2024.100511

Kornieiev, Yu. V., & Kornieiev, A. Yu. (2024). The concept of a forest as a natural object and an object of legal protection. Uzhhorod National University Herald. Series: Law, 1(80). https://doi.org/10.24144/2307-3322.2023.80.1.50

Mung’ong’o, H. G. (2024). An Assessment on the Roles and Accountability of Adjacent Local Communities in Decentralized Forest Management System in Mufindi District, Iringa, Tanzania. Journal of Environment, 4(1). https://doi.org/10.47941/je.1682

Nawaz, T., Saud, S., Gu, L., Khan, I., Fahad, S., & Zhou, R. (2024). Cyanobacteria: Harnessing the power of microorganisms for plant growth promotion, stress alleviation, and phytoremediation in the era of sustainable agriculture. In Plant Stress (Vol. 11). https://doi.org/10.1016/j.stress.2024.100399

Solomon, W., Janda, T., & Molnár, Z. (2024). Unveiling the significance of rhizosphere: Implications for plant growth, stress response, and sustainable agriculture. In Plant Physiology and Biochemistry (Vol. 206). https://doi.org/10.1016/j.plaphy.2023.108290

Stephens, S. L., Foster, D. E., Battles, J. J., Bernal, A. A., Collins, B. M., Hedges, R., Moghaddas, J. J., Roughton, A. T., & York, R. A. (2024). Forest restoration and fuels reduction work: Different pathways for achieving success in the Sierra Nevada. Ecological Applications, 34(2). https://doi.org/10.1002/eap.2932

 

Leave A Comment