JAKARTA, suaramerdeka.com – Rabu (30/4) lalu, sembilan LSM dari Jakarta, Bogor, Pontianak dan Samarinda, menandatangi Perjanjian Penyaluran Hibah Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan Siklus 1, senilai hampir Rp 40 miliar.
Perjanjian ini merupakan salah satu tahap dari proses tindak lanjut kerjasama antara Pemerintah Amerika Serikat dan Pemerintah Indonesia, bermitra dengan The Nature Conservancy (TNC) dan Yayasan WWF-Indonesia. Kerja sama ini ditandatangani tanggal 29 September 2011 lalu, dan membahas skema pengalihan utang sebesar US$ 28,5 juta untuk pendanaan program konservasi hutan tropis di Indonesia, khususnya di Kalimantan.
Dr. Bambang Supriyanto, Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (PJLK2HL), Kementerian Kehutanan RI, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas program ini, menuturkan, orogram TFCA Kalimantan memfasilitasi kegiatan konservasi, restorasi dan pemanfaatan hutan tropis secara berkelanjutan di Indonesia.
“Caranya, dengan mendukung Program Karbon Hutan Berau (PKHB) dan Program Heart of Borneo (HoB) di empat kabupaten target, yaitu Kabupaten Kapuas Hulu di Kalimantan Barat; Kabupaten Kutai Barat, Mahakam Ulu dan Kabupaten Berau di Kalimantan Timur,” katanya.
Dia menyebut, program ini rencananya akan dijalankan hingga tahun 2019, melalui penyaluran dana hibah oleh Yayasan KEHATI, sebagai administrator, kepada lembaga yang memenuhi syarat teknis dan administrasi, serta mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas (Oversight Committee) – yang terdiri dari empat anggota tetap, yakni perwakilan Pemerintah Indonesia, Pemerintah Amerika, TNC dan WWF-Indonesia; serta 1 anggota tidak tetap dari lembaga yang ditunjuk oleh anggota.
Sesuai dengan kebijakan dan prosedur penyaluran hibah TFCA Kalimantan, Dewan Pengawas telah menyetujui sembilan lembaga yang akan menerima hibah TFCA Kalimantan siklus.
“Lembaga tersebut adalah Operation Wallacea Trust (Bogor), Yayasan PEKA Indonesia (Bogor), Yayasan BIOMA (Samarinda), Center of Social Forestry Universitas Mulawarman (Samarinda), Aliansi Organis Indonesia (Bogor), FORINA (Bogor), Yayasan PRCF Indonesia (Pontianak), Lembaga Gemawan, (Pontianak) dan Yayasan Penabulu (Jakarta).
Menurutnya, kesembilan lembaga ini akan melaksanakan kegiatan yang mencakup pengembangan pengelolaan hutan bersama masyarakat melalui penguatan pengelolaan kawasan lindung dan koridor; pengelolaan hasil hutan bukan kayu (HHBK); peningkatan mutu madu hutan organis, ekowisata dan ekonomi produktif, peningkatan penyerapan karbon hutan secara kemitraan.
“Kemudian, pengembangan hutan desa; pemanfaatan dan perlindungan perkebunan karet tradisional, konservasi orangutan, penguatan ekonomi masyarakat; serta penguatan kapasitas kelembagaan LSM dan KSM dalam pengelolaan sumberdaya alam/hutan lestari di empat kabupaten target,” tandasnya.