Setiap desa yang didampingi PRCF Indonesia pasti ada program patroli hutan. Program ini dilakukan secara rutin. Setiap desa itu memiliki karakter hutan yang berbeda-beda. Banyak temuan-temuan menarik dari tim patroli hutan yang patut menjadi perhatian seluruh stakeholder.
Yayan Hisbullah, Fasilitator Desa Nanga Betung dan Sri Wangi dari PRCF Indonesia mengungkapkan sejumlah temuan tersebut. Banyak pemburu yang masih berkeliaran di hutan desa. Padahal habitat di hutan desa tidak boleh diganggu. Bukti adanya pemburu, setiap kali melakukan patroli hutan, banyak ditemukan jerat hewan. Jerat hewan ini menargetkan hewan seperti kancil, babi, maupun hewan berkaki empat lainnya. Pemburu tersebut bukan dari desa yang memiliki hutan itu, melainkan pemburu dari luar.
Temuan berikutnya, kayu masih menjadi incaran karena harganya cukup mahal secara ekonomi. Keberadaan kayu di hutan desa menjadi terancam. Saat patroli sering ditemukan bekas penebangan kayu. Ada pondok kecil. Saat patroli, para penebang kayu itu tidak ada. Begitu tak ada patroli, saat itulah mereka beraksi. Kebanyakan para penebang kayu ilegal itu dari luar desa.
Kemudian, temuan lainnya, ternyata di lahan hutan desa yang sudah disahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ada pemiliknya secara pribadi. Semestinya tidak ada lahan hutan desa menjadi miliki pribadi. Fakta di lapangan justru ada sejumlah lahan dikuasai secara pribadi.
Yayan menyarankan agar melakukan identifikasi terhadap pemilik lahan di hutan desa tersebut. Tujuannya agar semua menjadi jelas dan bisa dicarikan jalan keluarnya. Apabila persoalan ini dibiarkan, bisa menjadi sumber konflik.
Perbaharui Anggota Tim
Sudah setahun lebih tim patroli di masing-masing desa melakukan tugasnya. Namun, di antara anggota tim perlu dilakukan pembaharuan atau pergantian. Yayan Hisbullah yang selalu aktif mendampingi tim patroli hutan menyarankan hal tersebut. Ia menyarankan ada anggota tim yang memiliki keahlian berburu di hutan. Dengan adanya keahlian ini mempermudah menemukan jerat-jerat hewan di hutan.
Alumni Fakultas Kehutanan Untan ini menyarankan perlu sosialisasi intensif ke warga desa terkait pengelolaan hutan desa. Apa saja yang tidak boleh dan boleh dilakukan di hutan desa harus diketahui oleh warga secara luas. Kemudian, di hutan desa ada beberapa lahan yang terbuka. Dalam hal ini perlu kerja sama dengan warga desa juga memanfaatkan lahan terbuka itu untuk agrofestry. (ros)