Tiga kendala paling menonjol dalam pengelolaan hutan desa yakni pengetahuan dan keterampilan, komunikasi para pihak, dan pendanaan. Hal ini terungkap dalam Rapat Koordinasi (Rakor) persiapan pelaksanaan Proyek Rimba Pakai Kemuka Ari PRCF Indonesia di Aula Dangau Resort Singkawang, 14-16 Juni 2022 lalu.
“Rencana kerja sudah dirancang sedemikian rupa. Pasti ada kendala dalam implementasinya. Berdasarkan catatan kita, ada tiga kendala yang paling menonjol selama pelaksanaan program Rimba Pakai Kemuka Ari,” kata Manager Program Rimba Pakai Kemuka Ari PRCF Indonesia, Ir Ali Hayat, Senin (20/6/2022).
Dijelaskan pria kelahiran Sintang ini, kendala pertama adalah pengetahuan dan keterampilan dari pengelola hutan itu sendiri. Pengelola hutan desa di tingkat desa adalah Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Setiap desa yang memiliki hutan desa pasti memiliki LPHD.
“PRCF sebagai fasilitator atau pendamping LPHD sering menghadapi kendala ini. Makanya kita sering melakukan pelatihan penguatan kelembagaan agar para pengurusnya paham tugas dan tanggung jawabnya. Butuh waktu agar mereka bisa memahami persoalan hutan desa serta keterampilan dalam mengelolanya,” papar Hayat.
Kendala berikutnya, komunikasi dengan para pihak. Untuk mengelola hutan desa, tidak bisa mengandalkan LPHD semata. Semua pihak yang terkait dengan hutan harus terjalin komunikasi yang baik. LPHD harus bisa menjalin komunikasi dari Pemerintah Desa, Kecamatan, sampai Kabupaten. Bisa terkoneksi dengan KPH dan Dinas Kehutanan.
“Hal lebih penting adalah pendanaan. LPHD sangat berat bisa diserahkan begitu saja mengelola hutan desa. Ada pihak ketiga yang bisa mencarikan donor. Dalam hal ini PRCF melakukan pendampingan, salah satunya tujuannya mencarikan donor. Terselenggaranya program Rimba Collecitive karena ada donor dari pihak luar yang diupayakan oleh PRCF Indonesia,” ungkap Hayat.
Tantangan Pengelola Hutan
Di atas telah dijelaskan tiga kendala paling dirasakan dalam mendampingi LPHD di lapangan. Selain kendala, ada juga tantangan yang selalu dihadapi para pengelola hutan. Ali Hayat mengungkapkan ada empat tantangan dalam pengelolaan hutan desa.
Pertama adalah pembukaan lahan. Ada beberapa warga desa yang belum paham hutan desa, seara diam-diam membuka lahan. Saat patroli hutan dilakukan, banyak ditemukan kayu yang ditebang. Padahal, tidak boleh menebang kayu di kawasan hutan desa.
Kedua, pengambilan hasil hutan kayu dan bukan kayu seperti penebangan kayu, perburuan secara ilegal. Ketiga, adanya potensi terjadinya kebakaran hutan, mengingat masih adanya warga membuka lahan, puntung rokok dibuang sembarangan, aktivitas memasak dalam hutan desa dan sebagainya.
Keempat, masih banyak titik batas yang tidak jelas (patok belum dipasang, hilang atau belum ada patok batasnya). “Kita berharap, tantangan ini bisa kita minimalisir. Untuk menghilangkan sepenuhnya cukup berat. Paling tidak kita terus memberikan pemahaman ke warga jangan melakukan aktivitas ilegal di hutan desa,” tutup Hayat. (ros)