Yayasan PRCF Indonesia dan lima LPHD yang berada dalam naungan pogram Rimba Pakai Kemuka Ari menyelenggarakan Monitoring Triwulan II Tahun 2022-2023, pada 29 November 2022.
Berlokasi di Aula Bappeda Kapuas Hulu, lima LPHD yakni LPHD Pundjung Batara Desa Nanga Betung, LPHD Bumi Lestari Desa Penepian Raya, LPHD Bukit Belang Desa Tanjung, LPHD Batang Tau Desa Sri Wangi, dan LPHD Nyuai Peningun Desa Nanga Jemah, saling bergantian menyampaikan capaian yang telah mereka lakukan selama enam bulan.
Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan oleh kelima LPHD adalah patroli hutan secara rutin, pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas kelembagaan, kegiatan pengembangan ekonomi, penyadaran konservasi, serta pemberian beasiswa.
Beberapa kegiatan tercatat masih dalam proses pelaksanaan, khususnya untuk kegiatan pembangunan prasarana fisik. Monitoring kali ini juga dihadiri oleh pengurus LPHD Lauk Bersatu, Desa Nanga Lauk. Desa Nanga Lauk merupakan dampingan Yayasan PRCF Indonesia di bawah program yang lain, dengan durasi yang sudah cukup lama. Lima tahun.
Sriatun, Sekretaris LPHD Nanga Lauk, mewakili LPHD memaparkan program-program LPHD yang telah diselenggarakan, termasuk salah satunya, pengembangan komoditas-komoditas lokal. Satu di antara capaian penting yang mereka terima adalah terbukanya pasar internasional untuk komoditas madu.
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Hariska, Ketua LPHD Lauk Bersatu, telah bertandang ke Turki untuk mempromosikan madu Nanga Lauk yang dilabeli dengan nama “Denala”.
Selain itu, hadir pula Gusti Makmun, S.Hut, Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan KPH Kapuas Hulu Selatan dan Riki Rahmansyah dari Rangkong Indonesia. Gusti memaparkan bahwa program-program LPHD sangat berkaitan erat dengan KPH.
“Kewajiban kita setelah mendapatkan izin pengelolaan, adalah mengelola secara lestari dan tidak diubah fungsinya. Artinya, hutan lindung tetap menjadi hutan lindung. Tidak menjadi hutan produksi atau menjadi hutan produksi terbatas,” jelas Gusti.
Ia juga menekankan pentingnya memerhatikan kesejahteraan masyarakat. “Benar bahwa kawasan hutan harus dilindungi, namun jangan justru mengabaikan aspek ekonomi masyarakat,” tuturnya.
Rangkong Terancam
Sementara itu, Riki Rahmansyah mendedahkan status berbagai jenis rangkong yang ada di Indonesia, berikut ancaman dan kasus-kasus perburuan yang terjadi atas satwa tersebut. Seluruh jenis rangkong berstatus “dilindungi” karena keberadaannya yang kian terancam. Rangkong Gading yang menjadi maskot fauna Kalimantan Barat, merupakan yang paling terancam.
“Alih fungsi lahan, hilangnya habitat, juga perburuan, menjadi faktor utama menurunnya populasi rangkong gading,” ujar Riki.
“Kita menghadirkan kawan-kawan dari Rangkong Indonesia karena penting untuk memberikan tambahan pengetahuan kepada LPHD. Nah, salah satu jenis keragaman hayati yang terdapat di kawasan hutan desa dan perlu untuk dikonservasi adalah rangkong,” tutur Ali Hayat, Manajer Program Pergutanan Sosial.(roj/ros)