Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki kekayaan alam yang melimpah dan budaya yang beragam, menjadi salah satu kekuatan besar dalam pembangunan bangsa. Namun, di balik potensi tersebut, Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga ketahanan pangan akibat perubahan iklim, degradasi lahan, ketimpangan akses sumber daya, dan tekanan terhadap ekosistem. Dalam konteks ini, upaya melestarikan dan memanfaatkan bahan pangan lokal menjadi semakin relevan.
Salah satu contoh nyata kearifan lokal dalam mendukung ketahanan pangan dapat ditemukan di Desa Nanga Jemah. Desa ini memanfaatkan Ransa, tanaman lokal yang kaya manfaat, sebagai bahan pangan utama. Pemanfaatan Ransa tidak hanya mencerminkan keberlanjutan lingkungan, tetapi juga mendukung kemandirian pangan masyarakat.
Ransa: Sumber Pangan Lokal yang Bernilai Tinggi
Ransa merupakan tanaman yang menghasilkan umbut sebagai sumber karbohidrat utama bagi masyarakat Desa Nanga Jemah. Umbut Ransa digunakan sebagai makanan pokok yang mendukung kebutuhan energi harian. Tanaman ini tumbuh subur di daerah tropis dan mudah diakses oleh masyarakat, menjadikannya solusi pangan lokal yang efisien dan berkelanjutan.
Varietas Ransa dan Karakteristiknya
Berdasarkan wawancara dengan Diana Lestari, salah satu warga Desa Nanga Jemah, Ransa memiliki dua jenis utama:
1. Ransa Berduri Padat
– Memiliki rasa yang lebih pahit.
– Lebih sering digunakan untuk kerajinan, seperti serat dari akarnya.
2. Ransa Berduri Jarang
– Memiliki rasa yang lebih netral dan tidak terlalu pahit.
– Digunakan secara luas sebagai bahan pangan, menjadikannya lebih populer di kalangan masyarakat.
Jenis Ransa Berduri Jarang lebih melimpah di lingkungan Desa Nanga Jemah, sehingga lebih mudah diakses dan diolah untuk kebutuhan sehari-hari.
Tradisi Kuliner dan Pemanfaatan dalam Acara Adat
Umbut Ransa telah menjadi bagian integral dari tradisi kuliner masyarakat Desa Nanga Jemah. Umbut ini sering diolah menjadi berbagai masakan khas seperti tumisan, gulai, atau campuran dengan daging. Selain itu, pemanfaatannya dalam acara adat seperti pernikahan, hajatan, dan selamatan memperkuat posisinya sebagai bahan pangan utama. Tradisi ini juga berfungsi sebagai media pelestarian budaya dan pengenalan warisan kuliner kepada generasi muda.
Kontribusi terhadap Keberlanjutan Lingkungan
Pemanfaatan Ransa tidak hanya sebatas pada kebutuhan pangan, tetapi juga mencakup aspek lingkungan. Penanaman Ransa sering dilakukan untuk menandai batas lahan antarwarga. Selain itu, penanamannya dengan jarak yang cukup renggang membantu menjaga keberagaman vegetasi dan kesehatan tanah, sekaligus melindungi ekosistem setempat. Dengan demikian, masyarakat Desa Nanga Jemah menunjukkan bagaimana pengelolaan tanaman lokal dapat mendukung keberlanjutan lingkungan.
Desa Nanga Jemah menjadi contoh nyata bagaimana bahan pangan lokal dapat menjadi penopang ketahanan pangan sekaligus pelestarian lingkungan. Pemanfaatan Ransa sebagai sumber pangan, bahan kerajinan, dan alat pengelolaan lahan mencerminkan kearifan lokal yang relevan untuk menjawab tantangan pangan nasional. Tradisi ini memberikan inspirasi bagi upaya global dalam melestarikan bahan pangan lokal sebagai bagian dari keberlanjutan dunia. Dengan menjaga dan mengembangkan pemanfaatan Ransa, Desa Nanga Jemah tidak hanya mempertahankan kemandirian pangan lokal, tetapi juga memberikan kontribusi nyata terhadap keberlanjutan ekosistem dan warisan budaya bangsa.
Penulis: Depina Lilintan, Mahasiswa Fakultas Kehutanan Untan
Editor: Rosadi