Desa Nanga Lauk Kecamatan Embaloh Hilir Kabupaten Kapuas Hulu terkenal sebagai penghasil ikan air tawar. Kondisi desanya dilewati sungai dan hutan, serta adanya danau wajar apabila Nanga Lauk penghasil ikan air tawar terbesar di Bumi Uncak Kapuas.
Ikan yang dihasilkan Nanga Lauk tidak hanya ikan segar, tapi juga ikan asin. Ikan asin dibuat karena melimpahnya ikan. Tradisi membuat ikan asin ini sudah lama ada dan diturunkan dari generasi ke generasi. Cara membuat ikan asin juga diwariskan oleh para leluhur mereka. Salah satu cara membuat asin menggunakan alat jemur yang dinamakan kelabet.
“Kerabet ini merupakan alat tradisional ini sudah turun-temurun dipergunakan dari nenek moyang dahulu hingga generasi sekarang. Terbuat dari rotan dan sangat efektif untuk menjemur ikan,” kata Rudie Alfather, Ketua Bidang III LPHD Lauk Bersatu, Selasa (21/2/2023).
Dijelaskan Rudie, istilah kelabet juga dari nenek moyang dahulu. Bentuknya persegi panjang dan digunakan untuk menjemur ikan asin. Dalam bahasa hulu Desa Nanga Lauk disebut merodai balor. Merodai artinya menjemur, balor artinya ikan asin.
“Cara membuat kelabet ini cukup gampang. Kita hanya memerlukan rotan atau durik dalam bahasa hulu. Disebut durik karena kulit rotan yang penuh dengan duri di sepanjang batangnya. Untuk membuat benda ini, kita menggunakan durik Tapah untuk bilak atau tulangnya dan durik Antuk Danau untuk Pelalen artinya pengunci tulang supaya dapat membentuk empat persegi panjang yang kuat,” jelas Rudie.
Kemahiran jari atau keterampilan tangan diperlukan untuk menganyam kelabet. Ukuran kelabet bermacam-macam. Biasanya ada yang membuat dengan lebar 1,50 centimeter dan panjangnya mencapai 2,50 centimeter. Semua itu tergantung selera si pengerajin. Istilah dalam bahasa hulu disebut dengan bukak sedopak (satu depa) panjang tiga dopak (tiga depa).
Pelestarian Budaya
Kelabet bisa dikatakan bagian dari budaya Nanga Lauk. Hampir semua warga Nanga Lauk yang berprofesi sebagai nelayan, pandai membuat kelabet ini. Semua bahannya tersedia di hutan. Tinggal dicari dan dianyam sendiri.
“Apa yang ada di hutan desa telah menyediakan bahan untuk membuat kelabet ini. Tersedianya bahan ini membuat budaya membuat kelabet bisa terjaga dengan baik. Di sini membuktikan bahwa warga Nanga Lauk mampu memanfaatkan hasil hutan non kayu untuk produksi ikan asin,” kata DM Zainuddin, Livelihood Specialist Programme PRCF Indonesia. (ros)