Kemandirian

Pelatihan pembuatan Biochar sukses digelar di Desa Sri Wangi Kecamatan Boyan Tanjung Kabupaten Kapuas Hulu, 13-15 Maret 2022. Dari pelatihan ini diharapkan masyarakat bisa memanfaatkan limbah organik menjadi pupuk.

“Pelatihan ini pertama kali kita gelar di Desa Sri Wangi. Para peserta sangat antusias mengikutinya. Harapan kita agar bisa diaplikasikan setelah pelatihan,” kata penanggung jawab Pelatihan Biochar, Syarif Yus Hadinata, Selasa (15/3/2022).

Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh PRCF Indonesia dengan dukungan Pusat Informasi Lingkungan (PILI). Iwan Setiawan sebagai pakar Biochar dihadirkan sebagai narasumber. Tidak kurang 85 peserta mengikuti pelatihan tersebut. Para peserta berasal dari utusan LPHD Desa Sri Wangi dan Nanga Jemah.

Iwan setiawan
Iwan Setiawan sedang menjelaskan proses pembuatan biochar

Iwan Setiawan, pemateri pelatihan menjelaskan apa itu Biochar atau Biomassa Charcoal. Adalah arang padat kaya karbon hasil dari pengolahan limbah organik (Biomasa). Limbah ini dihasilkan melalui pembakaran tidak sempurna atau suplai oksigen terbatas (Pirolisis). Biochar memang merupakan istilah yang terdengar asing bagi masyarakat desa. Namun, pada implementasinya di sekitar masyarakat desa sesungguhnya sudah tak asing lagi dengan kehidupan sehari-hari.

“Terlebih lagi pada masyarakat desa hutan dengan mata pencaharian bertani dan berkebun. Kebanyakan masih menerapkan pola ladang berpindah. Ada di antaranya masih menggunaan pola membakar ladang,” jelas Iwan.

Dengan biochar ini sebagai alternatif untuk menyuburkan lahan. Jadi, tidak perlu lagi membakar lahan. Biochar dapat digunakan untuk hampir semua jenis atau tipe tanah. Bahan untuk membuat biochar itu sangat mudah ditemukan dan diolah.

Biochar suatu instrumen penting dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan, terutama pada daerah-daerah dengan karakteristik lahan marjinal.  Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan biochar dalam pengelolaan tanah adalah karakter sifat fisik dan kimia. Biochar yang dihasilkan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dalam pengelolaan tanah.

“Misalnya biochar dangan pH lebih tinggi  akan lebih sesuai untuk digunakan pada tanah dengan tingkat keasaman tinggi dan begitu pula sebaliknya,” tambah Iwan.

Usai memberikan teori, Iwan langsung melakukan praktik pembuatan biochar. Dengan praktik tersebut, para peserta menjadi cepat menguasai. Iwan hanya berpesan, usai pelatihan agar segera dipraktikkan.

Tanggapan Peserta

Salah satu peserta, Usman menyatakan, setelah mendapatkan pengetahuan dan mempraktikan pembuatan dan penggunaan biochar, ia merasa senang. “Saya baru tahu tentang penbuatan biochar ini. Ternyata sangat bermanfaat bagi kami yang sejak dahulu hingga sekarang masih sering membakar ladang untuk persiapan lahan pertanian dan perkebunan,” ujarnya.

Peserta pelatihan pembuatan biochar
Peserta pelatihan pembuatan biochar dari utusan Desa Sri Wangi dan Nanga Jemah

Dia dan kawan-kawannya segera mempraktikkan hasil dari pelatihan biochar tersebut. Bahan-bahan untuk membuat biochar mudah didapatkan. “Segera akan coba membuatnya,” kata Iwan.

Sistem pengolahan lahan di Desa Sri Wangi dan Nanga Jemah masih membakar lahan. Cara ini memang cepat dan lahan bisa subur. Namun, dampaknya bisa menyebabkan kebakaran lahan dalam skala besar.

Dengan adanya pelatiahan pembuatan biochar menjadi alternatif dalam meningkatkan mutu dan kualitas tanah. Tanah menjadi subuh tanpa harus membakar, cukup dengan biochar. Kalau tanah subur tentu bisa produktif. Dengan biochar dapat memaksimalkan potensi sumber daya alam di desa tersebut. Limbah organik dari hasil hutan atau perkebunan masyarakat setempat berupa sisa-sisa kayu, ranting pohon,  dan bahan-bahan organik lainnya yang sulit terurai atau terdekomposisi bisa dijadikan biochar. (ros/alfikri).