Orangutan

PRCF Indonesia mengikuti simposium konservasi orangutan di JS Luwansa Hotel, Jakarta pada 10 Desember 2024. Direktur PRCF, Imanul Huda S Hut M Hut menghadapi langsung simposium yang digelar oleh Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID).

“Simposium ini sangat penting tentunya untuk menentukan kebijakan perlindungan orangutan di Kalbar. Kalbar sendiri banyak orangutan yang keberadaannya terancam. PRCF sendiri peduli akan hal itu, dan untuk itulah saya menghadiri simposium ini,” kata Imanul usai mengikuti simposium tersebut.

Simposium itu bertajuk “Incentivizing Orangutan Conservation Efforts in Indonesia.” Acara ini bertujuan memperkuat pemahaman bersama mengenai strategi konservasi orangutan di Indonesia. Kemudian, menggali cara memberikan insentif untuk upaya pelestarian spesies yang terancam punah ini.

Dalam simposium setengah hari, berbagai narasumber dari pemerintah, akademisi, dan organisasi lingkungan menyampaikan pandangan mereka terkait konservasi orangutan. Salah satu pembicara utama, Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Kehutanan, mengangkat tema “Future Species Conservation in Indonesia”. Ia menyoroti pentingnya diversifikasi tindakan konservasi dan perlindungan habitat orangutan.

Orangutan yang merupakan satu-satunya kera besar asli Asia, kini berada di ambang kepunahan. Menurut data dari International Union for the Conservation of Nature (IUCN), lebih dari 70 persen primata Indonesia, termasuk orangutan, terancam punah. Habitat mereka terus menyusut akibat deforestasi, konversi hutan untuk perkebunan kelapa sawit, konflik manusia-satwa, dan perdagangan satwa liar ilegal.

“Indonesia memiliki salah satu kawasan konservasi terbesar di dunia, namun tekanan manusia seperti pembalakan liar dan perambahan pertanian masih menjadi ancaman utama,” ungkap Jeffery Cohen, Direktur USAID Indonesia. Beliau menambahkan bahwa pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen besar melalui peluncuran Rencana Operasional FOLU 2030 untuk mengubah hutan Indonesia menjadi penyerap karbon bersih.

Upaya konservasi orangutan membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, komunitas lokal, dan organisasi lingkungan. Dalam sesi diskusi panel, perwakilan dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menjelaskan bagaimana prosedur remediasi dan kompensasi dapat mendukung konservasi orangutan. Sementara itu, Prof. Jatna Supriatna Ph.D. menggarisbawahi pentingnya ekowisata sebagai pendekatan yang menguntungkan konservasi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

Lokakarya yang diadakan pada sore hari berfokus pada penguatan kapasitas organisasi lokal agar dapat bermitra secara efektif dengan USAID. Peserta diberikan pelatihan tentang bagaimana memenuhi persyaratan administratif dan keuangan USAID, serta mendesain model pendanaan inovatif untuk mendukung konservasi.

USAID berkomitmen untuk mendukung Indonesia dalam melestarikan orangutan dan mengurangi perdagangan satwa liar ilegal. Dengan pendekatan interdisipliner, pemerintah Indonesia bersama mitra lokal dan internasional diharapkan dapat mewujudkan perlindungan habitat orangutan yang berkelanjutan.

“Kolaborasi ini tidak hanya untuk melindungi orangutan, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang menjadi rumah bagi ribuan spesies lainnya,” tutup Brian Dusza, Direktur Lingkungan USAID Indonesia. (ros)

Leave A Comment